Friday, June 13, 2008

TANTANGAN DAN HARAPAN PENCERAHAN MUTU PENDIDIKAN TANAH AIR



Sumber : Majalah Gema Widyakarya



Harapan memajukan pendidikan di tanah air ini masih harus dikembangkan dengan tantangan baru dari tahun ke tahun. Selama ini proses program pendidikan berjalan dalam bayang-bayang kebijaksanaan yang terus tersendat karena keterbatasan keuangan negara. Sehingga harapan untuk memajukan mutu pendidikan pun masih menggantung dalam wajib belajar dan proses keadilan terhadap kesempatan belajar bagi anak-anak Indonesa.


Sepanjang tahun 2007 tercatat beberapa persoalan serius mulai dari buta aksara, membengkaknya angka pengangguran dikalangan intelektual hingga upaya meningkatnya mutu pendidikan dasar dan menengah masih saja menjadi persoalan serius memasuki tahun 2008 dengan tuntutan global.


Buta Aksara


Warga usia produktif yang buta aksara di Indonesia masih banyak. Survey dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Pendidikan Nasional, warga buta aksara berjumlah 18,1 juta orang, sekitar 4,35 juta orang diantaranya di usia produktif 15-44 tahun.


Adapun warga berusia 45 tahun lebih yang buta aksara mencapai 13,4 juta orang, sedang warga berusia 10-14 tahun berjumlah 336,785 orang, dan total warga buta aksara ini 70 persen lebih diantaranya perempuan.


Menurut Sujarwo Singiwidjojo, Direktur Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional, di Jakarta. Untuk memberantas buta aksara ini pelaksanaannya dengan pemberdayaan ekonomi, kerena pada umumnya warga buta aksara ini berasal dari ekonomi lemah, masyarakat yang menjadi sasaran program pemberantasan buta aksara sebenarnya mau belajar, tetapi terhalang oleh kewajiban bekerja untuk mendapatkan uang bagi keluarga.


Gerakan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara di tahun 2004 yang direncanakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meningkat dratis dari APBN. Tahun 2004 hanya dialokasikan Rp. 80 miliar, sedang tahun 2007 mencapai Rp. 567 miliar. Tahun 2009 ditargetkan jumlah warga buta aksara di Indonesia turun hingga 50 persen menjadi sekitar sembilan juta orang.


Direktur Program Forum Indonesia Membaca, Dessy Sekar Astina, mengatakan, melek huruf dapat ditingkatkan dengan menyediakan sumber bacaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perpustakaan atau taman bacaan masyarakat yang perlu dikembangkan.


Pengangguran Intelektual

Secara sosial, tingginya angka pengangguran inteluktual itu akan menyebabkan beban, tidak hanya bagi pemerintahan, akan tetapi juga bagi masyarakat secara ekonomi, tinggi angka pengangguran itu menyebabkan hilangnya potensi (Potential Loss) dalam peningkatan pendapatan masyarakat.


Para sarjana kurang berhasil dalam mengatasi persoalan bangsa terkait dengan sistem pendidikan tinggi yang mampu mengacu kreativitas mahasiswanya. Padahal, penumbuhan kreativitas dimaksudkan amat penting, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dan bangsa.


Akibatnya salah satu penyebab kurangberhasilnya perguruan tinggi menumbuhkan kreativitas mahasiswa adalah terkait dengan metode pembelajaran. Banyak kalangan yang perpendapat, bahwa metode pembelajaran perguruan tinggi di tanah air belum mengacu pada pendidikan orang dewasa. Adapun cirri khas pendidikan orang dewasa adalah mengutamakan penggalian, pendalam, pengembangan dan potensi mahasiswa.


Seperti, Russel pada tahun 1984 yang menjelaskan, pendidikan oang dewasa mensyaratkan bahan ajar yang mencngkup konsep baru, orientasi individual, berbentuk Self Instructional dan kapasitas volume belajar tergantung pada kemampuan mahasiswanya. Diyakini, jika pembelajaran orang dewasa itu tidak diberlakukan, maka mahasiswa tidak mungkin akan lulus jika hanya melalui kegiatan belajar secara instant, yakni belajar untuk menjawab materi soal ujian semata tanpa memahami substansinya. Penentuan kelulusan mahasiswa akan bergantung pada proses pembelajaran.


Mahasiswa tidak hanya dilatih berpikir kreatif dalam sistem pendidikan orang dewasa ini, tetapi juga belajar bertanggung jawab dan mandiri. Sehingga uji kemampuan mahasiswa, dapat dilakukan dengan sistem buka buku (Open Book) atau dapat dibawa pulang (Take Home Exam). Sistem tersebut masih jarang ditanamkan di tanah air.


Karena para sarjana di tanah air belum mampu ini dapat menjawab persoalan bangsa yang merupakan suatu hal yang disayangkan. Hal itu dapat mencerminkan hilangnya ptensi bangsa . Investasi yang telah dikeluarkan untuk mencapai jenjang kesarjanaan tergolong amat besar. Namun, pengembalian investasi (Return On Investment) itu akan berkurang apabila para sarjana tersebut tidak dapat menjawab persoalan dari dirinya sendiri (karena menjadi pengangguran), dan tidak mampu menjawab persoalan bangsa. Para sarjana patut tidak hanya menjawa persoalan bangsa, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Pada tahun 1962 Denison menyebutkan, bahwa peningkatan jumlah kelulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat dalam waktu di tahun 1929-1957, mampu meningkatkan pendapatan per kapita di negara itu sekitar 42 persen. Lebih jauhnya, pada tahun 1976 Denison dan Chung mengidentifikasikan, bahwa jumlah kelulusan di Jepang mampu meningkat pendapatan per kapita per tahunnya sebesar 0,35 persen selama tahun 1961-1971.


Celakanya, konstribusi para sarjana terhadap pemecahan masalah bangsa dan peningkatan kesejahteraan di Tanah Air kian berkurang terkait dengan kasus brain drain, yakni dengan meningkatnya kaum intelektual yang bekerja di luar negeri. Jelasnya, potential loss bangsa kian meningkat karena ketidak- mampuan pemerintah dan swasta dalam menyediakan berbagai lapangan pekerjaan atau karena lapangan pekerjaan tersebut yang tidak sesuai. Seperti, kasus terpuruknya PT Dirgantara Indonesia (PT DI), misalnya, memicu pekerjaan yang memiliki pendidikan tinggi untuk bekerja di luar negeri.


Seiring dengan perjalanan waktu, kelalaian kita dalam mengantisipasi kasus brain drain akan diperkirakan dapat menyebabkan potential loss bangsa kian meningkat. Penyebabnya adalah negara asing kian aktif melakukan penawaran-penawaran yang menjanjikan terhadap para sarjana yang mumpuni untuk dapat bekerja di negara mereka. Suatu negara yang telah menerapkan strategi rekrutmen berdasarkan brain drain diperkirakan bakal sangat menguntungkan, karena tidak perlu mengeluarkan investasi agar dapat mencetak para sarjana. Seperti kita ketahui bersama, untuk dapt mencetak sarjana tidak hanya memerlukan biaya besar akan tetapi juga waktu yang cukup lama.


Maka atas dasar itu, berbagai upaya diperlukan agar keberadaan perguruan tinggi selaras dengan tuntutan kebutuhan untuk menjawab berbagai persoalan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meski disadari, bahwa pemerintah kini tengah disibukkan dalam kegiatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, dengan tidak melupakan perbaikan kualitas pendidikan tperguruan tinggi.


Perbaikan metode pembelajaran berciri pendidikan orang dewasa sangat perlu diciptakan dan dikembangan dalam perguruan tinggi, baik di dalam perguruan tinggi milik pemerintah maupun swasta agar kelak para lulusanya dapat memiliki karakter dan kualitas yang akhirnya dapat menjawab berbagai persoalan bangsa. Selain itu, pemerintah perlu terus berupaya menciptakan kesempatan kerja yang sesuai dengan latar pendidikan para sarjana, untuk mencegah agar tidak terjadinya perpindahan tenaga kerja ke luar negeri.


Output Prestasi Pelajar

Pada survey PISA pada tahun 2006, peringkat Indonesia untuk mata pelajaran Matematika telah turun dari 38 dan dari 40 negara di tahun 2003 menjadi urutan 52 dari 57 negara, dengan skor rata-rata turun dari 411 di tahun 2003 menjadi hanya 391 pada tahun 2006. Untuk Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), peringkat Indonesia turun dari 36 atau 40 negara di tahun 2003 menjadi 54 dari 57 negara dengan skor rata-rata turun dari 395 di tahun 2003 menjadi 393 tahun 2006. Untuk membaca, peringkat di Indonesia turun dari 40 dari 40 negara menjadi 51 dari 56 negara. Dari hasil-hasil tersebut yang dicapai negara Indonesia telah menjadi catatan kecil, bahwa sangat buruknya sistem pendidikan yang telah dijalankan di Indonesia ini.


UN dan UASBN Meningkatkan Mutu Pendidikan


Selama ini memang dapat diakui bahwa peningkatan mutu pendidikan hanya dilihat dari pencapaian ujian nasionalnya. Ini terbukti meskipun penyelanggaraan ujian nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, dimana UN dan UASBN ini merupakan suatu alat ukur dalam bentuk sistem yang mampu mengkoreksi hasil evaluasi belajar siswa.


Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Suyanto saat menjabarkan sebuah Seminar Sehari di Jakarta (19/01). Lebih lanjutnya lagi, Suyanto memaparkan UN harus bisa memberdayakan proses belajar mengajar di sekolah. Adanya UASBN sebagai alat ukur untuk mengkoreksi hasil belajar siswa juga sebagai alat ukur untuk melihat tujuan yang dicapai oleh sekolah dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar.


Seminar sehari yang diselenggarakan atas kerjasama antara Pendidikan Dasar (DIKNAS) DKI Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) bertajukkan tentang peran UN dan UASBN dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di tanah air. Selain Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Suyanto, juga dihadiri oleh Ketua Badan Standar Nasional (BNSP) Djemari Mardapi, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas Burhanuddin Tolla dan Kepala Diknas DKI Jakarta Sylviana Murni.


Sylviana Murni menerangkan bahwa, adanya UASBN jangan terlalu dikhawatirkan karena kegunaannya untuk pemetaan dan sebagai bahan kajian masuk sekolah. Hal ini juga sepaham dengan yang diungkapkan Badan Standar Nasional (BNSP) Djemari Mardapi, yang memapar kan lebih dalam lagi tentang peranan UN secara operasionalnya merupakan kewenangan guru sebagai pendidik, sedangkan dalam evaluasi akhir harus diukur dengan UN. Banyak peran dalam meningkatkan mutu pendidikan, tetapi hai tersebut terjadi jika kegiatan belajar megajar (KBM) yang dilakukan pendidik berjalan dengan benar, maka pada akhirnya hasil UN dan UASBN yang ingin dicapai akan terwujud.


Sementara itu, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, Burhanuddin Tolla menjelaskan bahwa UN dan UASBN ini mempunyai citra untuk membangun manuasia Indonesia yang unggul, hingga harus berangkat dari peningkatan mutu pendidikan nasional, agar untuk membangkitkan motivasi belajar bagi siswa dan motivasi mengajar yang baik bagi guru. Walau UN dan UASBN dijalankan oleh pemerintah, tetap saja masih terus menuai kritik terhadap masyarakat.


Sisi ini sebetulnya kurang membawa pencerahan baru. Selayaknya proses pendidikan harus diletakkan pada dasar yang proporsional. Perlu ada inovasi dalam mengaitkan sistem pendidikan dan acuan perencanaan SDM di masa yang akan datang. Acuan ini perlu diselaraskan dengan penyeimbangan kue anggaran pembangunan yang adil. Dalam iklim perekonomian yang global, pendidikan juga harus diperkaya dengan berbagi inovasi bagi proses pencerahan dan pengembangan SDM di Indonesia. Disayangkan, kebutuhan pasar kerja dan sinkronisasi pembangunan selama ini kurang pas dengan kebijakan peningkatan mutu pendidikan yang melulu dan mengutamakan output pencapaian prestasi yang mengabaikan proses pendidikan, keterampilan hidup dan inovasi para lulusannya. Ini menjadi harapan yang terus menggantung, melingkungi masa depan pendidikan di Indonesia.


Menciptakan Pembelajaran Pendidikan Kejujuran yang Mandiri dan Kreatif

Berbagai upaya untuk melakukan pengembangan guna meningkatkan pelayanan terhadap para peserta didik / masyarakat sangat mustahil dapat diwujudkan jika tidak didukung oleh segenap persoalan sekolah serta ketersediaan dan kesiapan segala perangkat pendukungnya, diantaranya kurikulum kesiswaan, hubungan masyarakat dan industri serta sarana dan prasarana. Oleh karena itu, diperlukan bantuan oleh beberapa pihak untuk menunjang program pengembangan yang dilakukan oleh sekolah dan konsisten di dalam penerapan Pembelajaran Berbasis Sekolah yang berorientasi pada pengembangan Pembelajaran Berbasis Produktif.


Keunggulan pada mutu tamatan tidaklah dapat terpisahkan dari Rencana Strategis Sekolah, karena ini merupakan upaya pencapaian keberhasilan sekolah. Renstra merupakan suatu acuan atau pedoman yang harus dimiliki sekolah, sebagai suatu instrument atau tolak ukur pencapaian indicator-indikator keberhasilan yang sekolah targetkan dalam setiap jangka waktu target pencapaian. Rencana Strategis Sekolah adalah perencanaan peluang untuk meningkatkan pelayanan dalam meningkatkan lulusan yang kompeten dan mampu bersaing ditingkat nasional dan bahkan mencapai tingkat internasional dengan membekali siswanya dengan kemampuan berkomunikasi bahasa inggris dan konsisten di dalam penerapan pelajaran berbasis sekolah yang berorientasi pada pengembangan pembelajaran berbasis produktif.


Keterbatasan kualifikasi dan kualitas tenaga pengajar, materi bahan ajar, fasilitas sarana dan prasarana serta kurangnya – link dengan perusahaan merupakan suatu hambatan sekaligus tantangan yang dicari alternatif jawaban untuk mengatasinya. Kemajuan informasi serta teknologi yang berkembang akan berlaku di dunia industri, bergerak sedemikian cepat meningakatkan informasi pengajaran yang telah diberikan di sekolah-sekolah saat ini. Kesiapan untuk bekerja dengan segala persyaratan dalam aspek kognitif, afektif, dan skill yang harus dimiliki oleh tamatan menjadi faktor yang diutamakan dalam pelaksanaan profesionalitas kerja.


Menjawab tantangan ini, haruslah dapat disikapi dengan cara mengembangkan pola pengajaran yang mandiri serta kreatif, dalam memanfaatkan segala kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh sekolah dalam beberapa langkah dan upaya yang perlu dilakukan, di antaranya:



  1. Dengan menyusun program-program pengajaran yang dapat membentuk peserta didik menjadi tenaga kerja yang berstandar kwalifikasi keterampilan jabatan kerja,
  2. Melakukan pembinaan karakter professional dalam pengembangan diri peserta didik,
  3. Menumbuhkan semangat belajar dan berlatih pada peserta didik bahwa apa yang dilaksanakan di sekolah merupakan suatu pelatihan kerja di perusahaan, sehingga suatu aspek yang menjadi persyaratan haruslah dibiasakan,
  4. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga masyarakat maupun dunia industri agar dapat senantiasa apat perduli terhadap segala program-program yang dilakukan yang dilakukan oleh sekolah.

Bila saja hai tersebut ini dapat dilakukan dengan mengikuti aturannya, maka diharapkan SMK sebagai lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dapat menjadi suatu lembaga formal pendidikan yang Profesional dan Mandiri dalam mewujudkan kompeten, berdedikasi dan peduli berstandar Nasional, mampu menghasilkan mutu tamatan dengan keunggulan keterampilan dan ketelitian yang mengutamakan kedisiplinan dan kejujuran serta dilandasi oleh jiwa dan mengutamakan semangat keimanan. Kreativitas, kekeluargaan dan keperdulian terhadap sesama dan di lingkungannya, serta dapat mewujudkan kerja sama sekolah dan pembinaan standar lulusan.


Selain para peserta didik kita menjalani pendidikan di sekolah tidak hanya mendapatkan keterampilan dan kreativitas semata, tetapi juga dapat mendapatkan suasana suatu keterampilan yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri setelah ia lulus nanti. Membicarakan hubungan antara pendidikan dengan dunia lapangan kerja sebenarnya membicarakan hal yang sudah usang, karna pemerintah pernah menerapkan kebijakan yaitu Link and Match, kebijakan yang menekan kearahhubungan pendidikan dengan dunia kerja akan tetapi kebijakan ini sepertinya telah sirna tak tentu rimbanya.


Di samping itu, yang tak kalah terpentingnya adalah bagaimana cara mewujudkan suatu program dalam pencapaian keberhasilan sekolah, diantaranya dilakukan dengan menyusun suatu program-program pencapaian sasaran jangka pendek, seperti:

  1. Program Standarisasi Peningkatan Mutu Pelayanan Administrasi Manajemen,
  2. Program peningkatan dan pengembangan, Program keahlian dan Lembaga Diklat Keterampilan,
  3. Program pembinaan dan penigkatan professional dan kompetensi ketenagaan,
  4. Program Pengembangan dan Peningkatan mutu pembelajaran (KBM),

  5. Penerapan Organisasi Pembelajaran,
  6. Pelaksanaan Progres peport pada setiap semesternya,
  7. Program pembinaan peningkatan kreativitas siswa,

  8. Program pengembangan dan peningkatan fasilitas serta pembangunan kemajuan gedung sekolah,

  9. Pusat Pelayanan dan Pembinaan Mental Spiritual (PPMS)

  10. Penyempurnaan dan peningkatan SIM dan Net Work/ Jaringan Internet, agar pesrta didik mengerti serta memahami perkembangan teknologi masa depan,

  11. Program pembinaan dan pengkatan kerjasama dengan dunia usaha atau industri pasangan,

  12. Meningkatkan peran Komite Sekolah / Majelis Sekolah,

  13. Program peningkatan sumber daya dan unit produksi dan jasa (projas) sebagai replikasi tempat kerja siswa, serta

  14. Program pembinaan dan peningkatan mutu lingkungan sekolah dan UKS.

Mewujudkan Program keberhasilan sekolah merupakan tujuan baik bagi kita semua yang ingin mengembangkan pendidikan untuk masa depan pendidikan di tanah air ini nanti, dalam memiliki kekuatan untuk mencapai hal yang lebih baik dan dapat terwujudkan dengan sempurnanya harus bersumberkan dari tekad dan kekuatan diri kita sendiri untuk mewujudkannya. Selagi kita masih memiliki semangat agar bisa maju dan berkembang dalam mengejar segala ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju, kita sendiri pun juga akan bisa dalam rangka melahirkan dan mengembangakan generasi-generasi penerus bangsa yang unggul dan professional dalam kedisiplinan ilmu, kemampuan, dan kecakapan pendidikannya.


Kesimpulan

Pencerahan dalam pendidikan merupakan sesuatu cara yang tidak mudahnya, agar mencapai kualitas pendidikan yang lebih maju untuk perkembangan mutu pendidikan dasar dan menengah yang relatif masih menggantung di tahun 2007 lalu. Masih adanya warga yang buta aksara, pengangguran, serta didampingi dengan penurunan hasil kemajuan pendidikan di Indonesia. Adanya masalah-masalah tersebut merupakan keterkaitan dengan perekonomian yang terjadi di Indonesia. Sebagian juga adanya hilangnya potensi (Potential loss) para sarjana, yang disebabkan sarjana itu tidak mampu menjawab berbagai persoalan bangsa yaitu, metode pembelajaran di tanah air ini dikarenakan belum mengacu pendidikan orang dewasa yang harusnya diciptakan dan berkembang did lam perguruan tinggi.


Cara pemerintah dalam memberlakukan sistem Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) merupakan langkah yang tepat dalam memberdayakan mutu pendidikan Indonesia, yang berguna sebagai alat ukur sistem pendidikan dalam mengevaluasi hasil proses belajar para peserta didik serta dapat membangkitkan motivasi belajar yang baik bagi siswa, dan meningkatkan proses pengajaran bagi pendidik. Pendidik juga harus menambahkan kualitas dan kualifikasi terhadap bahan materi ajarnya, agar siswa dapat terdorong dengan kemandirian yang kreatif sesuai tuntutan perkembangan pendidikan untuk masa depan, yang mungkin nanti dapat menjawab berbagai persoalan bangsa terhadap mutu pendidikan di tanah air.

No comments: