Oleh: M. Asrori
Universitas Tanjung Pura
1. Pendahuluan
Dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, para mahasiswa masih diperkenalkan dengan suatu konsep bahwa keberhasilan lebih merujuk pada kompetisi (competition) daripada kooperasi (cooperation). Keberhasilan lebih merupakan hasil dari kemandirian (independence) ketimbang saling-ketergantungan (interdependence). Pandangan seperti ini bahkan masih berkembang di kalangan pakar psikologi. Padahal, di negara-negara maju konsep seperti ini sudah banyak ditinggalkan. Stephen R. Covey (1989) dalam bukunya yang meraih Bestseller yang berjudul "The Seven Habits of Highly Effective People" telah memperkenalkan bahwa dalam paradigma manajemen modern dan kehidupan modern justru yang paling tinggi adalah interdependensi. Tahapannya adalah: yang paling rendah adalah ketergantungan (dependence), di pertengahan adalah kemandirian (independence), dan yang paling tinggi adalah saling-ketergantungan (interdependence). Pergeseran konsep seperti ini sangat bisa dipahami karena semakin terspesialisasikannya bidang-bidang ilmu sehingga untuk menghasilkan suatu produk, manajemen produksi harus mampu mengkolaborasikan secara serasi antarspesialisasi bidang ilmu yang ada.
Proses pembelajaran yang menekankan pentingnya kooperasi daripada kompetisi serta saling-ketergantungan daripada kemandirian ini juga ditekankan oleh Flynn (1995) serta Graham dan Graham (1997). Mereka menegaskan bahwa jika kompetisi yang dikembangkan, maka hal ini ada kecenderungan dapat mengarahkan mahasiswa pada pikiran dan perasaan tidak segan untuk menyerang orang lain. Sementara itu, pengembangan kooperasi dan interdependensi justru dapat mengembangkan kemampuan menghadapi tantangan, kepemimpinan, dan manajemen yang sangat diperlukan jika kelak mereka sudah memasuki dunia kerja. (Flynn, 1995; Graham & Graham, 1997).
Keampuhan model kolaboratif ini sudah dibuktikan Federal Express dan perusahaan penerbangan Boeing ketika melakukan restrukturisasi organisasi perusahaannya --yang sebelumnya tidak pernah tersentuh dalam restrukturisasi perusahaan tersebut (Alexander & Stone, 1997; Hart, 1997). Setelah menerapkan konsep kolaboratif ternyata Federal Express dapat meningkatkan 40% produktivitas perusahaannya. Demikian halnya, Boeing, ketika dihadapkan pada penurunan produksi pesawat jet jenis 777, menerapkan model kolaboratif ini dan dapat mendongkrak peningkatan produksi sampai 50% dari sebelumnya (Lookatch, 1996).
Melalui model kolaboratif, para dosen setidaknya dapat membantu mahasiswa dalam: (a) belajar bekerja dengan sukses sebagai bagian dari anggota tim, (b) mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kualitas kerja dalam tim yang sangat penting bagi kemampuan berkolaborasi ketika nantinya sudah memasuki dunia kerja (Davis & Miller, 1996). Artikel ini memfokuskan pada strategi-strategi yang dapat digunakan secara efektif untuk membimbing mahasiswa melalui proses kolaboratif. Strategi yang dapat ditempuh adalah kelas dibagi ke dalam beberapa tim dan tiap-tiap tim itu ditugaskan untuk melakukan riset sederhana untuk kemudian dievaluasi dan didiskusikan kembali di dalam kelas (McCahon & Lavelle, 1998).
2. Mengembangkan Pemahaman Mahasiswa tentang Pentingnya Teamwork
Jika berbicara tentang "team", maka serta merta terlintas dalam pikiran kita tentang adanya "kelompok" dan "kolaborasi". Dishon dan O'Leary (1994:11) mendefinisikan "team" sebagai: "a group of two to five students who are tied together by a common purpose to complete a task and to include every group member". Dalam konteks ini, Benne and Seats (1991) menegaskan bahwa premis mayor dalam suatu tim adalah bahwa setiap orang dalam tim tersebut harus berfungsi sebagai pemain yang kooperatif dan produktif untuk menuju tercapainya hasil yang diinginkan. Dengan sangat menekankan pentingnya kohesivitas, Duin, Jorn, DeBower, dan Johnson (1994) mendefinisikan "collaboration" sebagai suatu proses di mana dua orang atau lebih merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kegiatan bersama.
Konsep "team" dengan segala aspeknya ini harus benar-benar dipahami oleh mahasiswa karena menurut Ravenscroft dan Buckless (1995), kurangnya pemahaman tentang konsep ini dapat berakibat kurangnya kesadaran akan pentingnya kerjasama, tidak dapat memprioritaskan tujuan tim ketimbang tujuan individu, dan pada gilirannya dapat berakibat berbuat kesalahan dalam menyelenggarakan pertemuan, mengabaikan batas waktu penyelesaian pekerjaan tim, kurang penuh dalam bertanggungjawab, serta kurang dapat bekerja secara efisien.
Ada sejumlah strategi yang diajukan oleh Howard (1999) yang dapat digunakan oleh para dosen untuk membantu mahasiswa memahami konsep dan cara kerja tim serta dapat merangsang mahasiswa untuk mempelajari keterampilan-keterampilan dalam kerja tim. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Kembangkan diskusi kelas dan dorong mahasiswa untuk berbagi pemikiran tentang apa sebenarnya hakikat tim serta mengapa bekerja secara tim itu penting. Bagi mahasiswa yang sudah sering terlibat kerja tim, baik di organisasi sosial, kegiatan kemasyarakatan, atau organisasi lainnya dapat berbagi pengalamannya dengan mahasiswa lain di dalam diskusi kelas tersebut. Perlu ditekankan kepada mahasiswa bahwa keputusan-keputusan suatu tim harus didasarkan pada pertimbangan kemanfaatan seluruh organisasi, dan bahwa tindakan yang meskipun mungkin bermanfaat secara individual tetapi tidak bagi organisasi harus dihindarkan jauh-jauh.
(2) Tugaskan mahasiswa secara berkelompok untuk mencari artikel-artikel yang berkenaan dengan kerja tim. Jika tugas ini dapat berjalan baik, kalau memungkinkan, tugaskan mereka untuk menelusuri artikel-artikel sejenis dengan mengakses internet. Dengan cara demikian, mereka sudah mulai belajar bekerja secara tim, mengembangkan keterampilan semacam riset untuk memperoleh artikel, dan akhirnya tidak hanya bermanfaat bagi pemenuhan tugas-tugas dari dosen melainkan juga untuk pengembangan diri. Konsekuensinya, dosennya juga harus tahu bagaimana mengakses internet.
(3) Bagi kelas ke dalam beberapa kelompok dan tugaskan pada setiap kelompok untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan bekerja secara tim. Pertanyaan yang dikembangkan bisa meliputi dasar pemikiran mengapa bekerja secara tim itu penting, strategi yang dapat digunakan untuk memiliki anggota tim, jenis-jenis tugas dan kinerja yang perlu dipenuhi dalam kerja tim, faktor-faktor yang mendorong anggota tim mampu bertanggungjawab secara individual maupun kelompok. Akan lebih bagus jika pengembangan pertanyaan-pertanyaan dalam kelas itu dikembangkan dengan menugaskan mahasiswa untuk melakukan survei terhadap orang-orang yang sudah terbiasa terlibat kerja tim di lingkungan kerja mereka. Agar lebih teratur, akan lebih baik jika dosen yang bersangkutan menghubungi lebih dahulu instansi atau perusahaan yang sudah bagus dalam mengembangkan pola kerja secara tim atau secara kooperatif dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dan dikembangkan oleh mahasiswa. Setidaknya, ada dua keuntungan bagi mahasiswa jika proses seperti ini dikembangkan: (a) mahasiswa memperoleh informasi langsung dari tangan pertama yakni dari para profesional; dan (b) dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam menelusuri informasi.
(4) Datangkan profesional yang telah berpengalaman melaksanakan kerja secara tim ke kampus untuk mendiskusikan peranan kerja tim bagi keberhasilan instansinya atau perusahaannya serta strategi yang digunakan untuk meningkatkan komitmen dan kohesivitas anggota timnya. Hal ini dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan dirinya untuk mengembangkan keterampilan kerja secara tim manakala nanti sudah memasuki dunia kerja.
3. Pembentukan Tim
Jumlah anggota, sifat, dan kompleksitas pekerjaan merupakan faktor kunci dalam pembentukan tim. Mengenai berapa orang sebaiknya jumlah anggota dalam suatu tim ternyata ada berbagai pendapat. Secara umum, para ahli merekomendasikan agar pembentukan tim dalam kelas sebaiknya terdiri dari dua sampai dengan tujuh orang (Howard, 1999). Namun, Howard (1999) menegaskan bahwa untuk permulaan latihan pengembangan keterampilan kerja tim sebaiknya para dosen memperkenalkannya dengan kelompok-kelompok kecil lebih dulu, sekitar dua sampai tiga orang dalam satu kelompok. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa agar familiar bekerja secara kooperatif dengan orang lain. Untuk kegiatan-kegiatan semacam riset yang akhirnya mahasiswa harus membuat laporan dan menyajikannya di kelas, Howard (1999) menyarankan sebaiknya terdiri dari tiga sampai dengan lima orang agar dapat bekerja secara efektif. Lebih lanjut, Howard (1999) menyarankan jumlah anggota sebaiknya gasal jangan genap agar kalau suatu saat terjadi konflik dapat diatasi dengan voting dalam penyelesaiannya.
Selain jumlah mahasiswa yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan suatu tim, Bowen (1998) mengingatkan bahwa diversitas latar belakang mahasiswa juga perlu diperhatikan dan latar belakang mana yang akan lebih diberikan tekanan. Misalnya, kualitas perspektif mahasiswa dalam memandang berbagai persoalan, jenis kelamin, dan latar belakang etnik.
Namun, Bowen (1998) menekankan bahwa tujuan kegiatan merupakan faktor utama untuk mempertimbangkan pembentukan tim. Untuk kegiatan jangka pendek, seperti kegiatan di kelas bagi mahasiswa yang tujuan utamanya adalah latihan bekerja secara kooperatif dalam tim, pemilihan anggota tim cukup dilakukan secara acak. Sebaliknya, jika tujuan tim dimaksudkan untuk menelusuri kesempatan karir di berbagai instansi atau perusahaan, maka pemilihan anggota tim akan lebih tepat didasarkan atas minat karir yang sejenis.
Setiap tim harus memiliki seorang ketua untuk memimpin pertemuan atau rapat, menjadi penghubung antara tim dengan dosen, dan melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan lainnya. Ketua tim juga harus bekerjasama dengan dosen untuk menangani setiap masalah yang muncul dan memerlukan bantuan dosen. Sangat boleh jadi suatu tim menghadapi suatu konflik atau masalah yang tidak dapat diatasi sendiri oleh anggota timnya sehingga terpaksa harus melibatkan dosen dalam memecahkannya. Namun demikian, menurut Bowen (1998) penting untuk ditekankan bahwa apa sebenarnya inti konflik atau masalah yang dihadapi, mengapa hal itu bisa terjadi, dan bagaimana mengatasinya, sebaiknya didiskusikan oleh anggota tim lebih dahulu tanpa buru-buru mengundang campur tangan dosen agar mahasiswa terbiasa mengenali dengan cermat dan mampu mengatasi secara efektif setiap masalah atau konflik yang dihadapi oleh timnya.
4. Membantu Tim Memfokuskan pada Tugas Pokoknya
Sangat boleh jadi mahasiswa anggota tim lupa terhadap detail pekerjaan penting yang harus ditanganinya. Oleh sebab itu, akan sangat berguna jika dosen memberikannya dalam bentuk tulisan semacam handsout dalam membimbing mahasiswa melakukan kegiatan-kegiatan tim secara kolaboratif.
Berikut ini ada sejumlah strategi diajukan oleh Howard (1999) yang dapat digunakan untuk membantu tim memfokuskan pada tugas pokok yang harus dikerjakannya:
(1) Bagikan secara tertulis petunjuk pelaksanaan kegiatan yang harus dikerjakan oleh tim. Petunjuk ini harus dibuat detail agar mahasiswa tidak mengalami kebingungan dalam melaksanakannya. Dengan cara demikian, mahasiswa tidak hanya menyandarkan pada ingatan semata atau catatan-catatan yang dibuat masing-masing anggota tim.
(2) Buatlah schedule untuk penyelesaian tugas sementara yang di dalamnya meliputi: tanggal penyelesaian kegiatan, kartu catatan, dan garis besar penyusunan laporan. Jika schedule telah disusun, misalnya untuk melaksanakan riset perpustakaan, melakukan berbagai keterampilan di kelas yang berbeda bersama dosen dari disiplin ilmu yang berbeda, atau melakukan pertemuan di tempat lain di luar kelas, semua itu harus dicantumkan di dalam schedule.
(3) Diskusikan dengan mahasiswa dan berikan fotokopi lembaran evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai aspek-aspek kegiatan tim. Ini berguna untuk membantu mahasiswa memahami bagaimana menyelesaikan kegiatannya dengan baik dan benar.
(4) Usahakan setiap anggota tim memiliki buku catatan kegiatan yang dibagi ke dalam bagian-bagian guna mengorganisasikan kegiatan yang harus diselesaikan. Lembaran tugas, petunjuk pelaksanaan kegiatan, dan schedule kegiatan harus dilekatkan di bagian depan buku catatan mahasiswa
5. Membagi Tanggungjawab kepada Mahasiswa Secara Bijaksana
Pembagian tanggungjawab yang dilakukan oleh dosen secara kurang bijaksana dapat mengurangi keberhasilan kerja kolaborasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Seringkali orang berpendapat bahwa pembagian kerja anggota tim sebaiknya didasarkan pada penguasaan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Misalnya, suatu tim yang beranggotakan tiga orang, di mana satu orang mahir dalam mengoperasikan komputer, satu orang lagi memiliki kelebihan dalam melakukan riset, dan seorang lagi memiliki kelebihan dalam menyusun laporan kegiatan. Kedengarannya memang ideal jika pembagian tugas disesuaikan dengan penguasaan yang telah dimiliki masing-masing anggota tim tersebut.
Namun demikian, kata Davis dan Miller (1996), pembagian tugas semacam itu sesungguhnya mengandung kelemahan serius karena mahasiswa tidak terlatih menguasai dan menyelesaikan pekerjaan dalam lingkup yang lebih luas yang sebenarnya dituntut secara kompetitif manakala nanti sudah memasuki dunia kerja. Akibatnya, mahasiswa menyimpan kelemahan dan keterbatasan kesempatan untuk memperoleh atau meningkatkan kompetensi lainnya yang juga penting. Atas dasar itu, Davis dan Miller (1996) menyarankan bahwa untuk mencapai hasil maksimal dalam bekerja secara kolaboratif seharusnya setiap anggota tim menerima tanggungjawab tidak hanya pada tugas-tugas yang mereka sudah memiliki keterampilan atau penguasaan, melainkan juga pada tugas-tugas yang belum mereka kuasai sambil belajar dan meningkatkan keterampilannya selama menyelesaikan kegiatan dengan anggota timnya.
6. Mengembangkan Tanggungjawab Mahasiswa
Lingkungan dunia kerja modern memerlukan orang-orang yang mampu menghargai pentingnya tanggungjawab, bukan saja dari tim secara keseluruhan melainkan juga dari tiap-tiap personel dalam tim tersebut. Oleh sebab itu, menjadi sangat penting penghargaan terhadap tanggungjawab tersebut untuk dikembangkan secara maksimal kepada mahasiswa sebagai persiapan sebelum memasuki dunia kerja. Pengembangan tanggungjawab ini, menurut Bowen (1998), dapat dirancang dan dikembangkan secara langsung oleh dosen atau melalui kesepakatan tim atau bisa juga melalui konsensus antara dosen dengan mahasiswa. Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa apa pun bentuk proses yang ditempuh dalam membangun tanggungjawab itu, para anggota tim harus memahami betul bahwa mereka bertanggungjawab terhadap semua pertemuan yang diselenggarakan oleh tim, memberikan sumbangan terhadap kegiatan diskusi dalam tim, dan menyelesaikan tugas-tugas tim secara baik dan tepat waktu.
Jika seorang mahasiswa terpaksa tidak dapat hadir dalam suatu pertemuan tim, maka dia berkewajiban memberitahu ketua tim atau anggota tim lainnya tentang penyebab ketidakhadirannya itu. Cara ini harus dibiasakan agar tetap terjaga rasa tanggungjawab terhadap tim (Alexander & Stone, 1997). Bahkan, jika memungkinkan, meskipun seorang mahasiswa tidak dapat hadir dalam pertemuan tim, tetapi harus mengirimkan gagasan-gagasannya secara tertulis, laporan tertulis, dan/atau tugas-tugas yang telah diselesaikannya sehingga dapat dibahas dalam pertemuan tim. Setelah pertemuan tim selesai, mahasiswa yang tidak hadir tersebut juga harus mengontak lagi ketua tim atau anggota tim lainnya untuk mendapatkan informasi tentang hasil diskusi selama pertemuan tim atau barangkali ada kertas kerja atau tulisan yang dapat difotokopi (McCahon & Lavelle, 1998).
7. Meningkatkan Keterampilan Menulis pada Mahasiswa
Pada umumnya, dosen seringkali memberikan tugas kepada mahasiswa membuat karya tulis sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan menulis mereka. Namun, menurut Jorn dan Duin (1992), cara seperti ini saja tidak cukup tanpa diikuti dengan pengukuran dan penilaian secara cermat. Dalam konteks ini, Jorn dan Duin (1992) mengemukakan sejumlah pengukuran yang dapat digunakan untuk membantu mahasiswa belajar memperbaiki dan meningkatkan keterampilan menulis.
Mula-mula,
tugaskan mahasiswa untuk membuat karya tulis kemudian dimintakan kepada teman-temannya secara silang untuk mengkoreksi, menilai, dan mendiskusikannya (peer tutors) atau dinilai oleh dosen yang telah memiliki keterampilan bagus dalam menulis (writing teachers) atau melalui pusat sumber belajar (learning resource centers) atau jika ada melalui bantuan komputer (computer-assisted tutorials). Tentang computer-assisted tutorials ini telah dikembangkan dengan bagus di Purdue University Writing Lab yang dapat diakses setiap saat melalui komputer pada situs: http://wl.english.purdue.edu/our-lab/introduction.html dan di Science Fiction Grammer pada http://www. concentric.net/~ramcly.gramcont.html (Jorn & Duin, 1992). Berikutnya, ambillah dua contoh karya tulis atau hasil laporan yang bagus dan yang tidak bagus kemudian ajaklah mahasiswa untuk membandingkan dan mendiskusikannya. Tugaskan mahasiswa untuk menandai kesalahan-kesalahan pada karya tulis yang tidak bagus sebagai dasar untuk membantu mereka menghindarkan diri dari kesalahan dalam menulis dan melatih diri membuat tulisan yang benar dan efektif. Selanjutnya, bagilah mahasiswa ke dalam beberapa kelompok dan tugaskan kepada mereka membuat satu karya tulis yang baik berdasarkan pengalaman mengoreksi dan membandingkan antara karya tulis yang baik dan tidak baik yang telah dilakukan sebelumnya. Perlu ditekankan kembali bahwa pembuatan karya tulis ini tetap menggunakan prinsip kerja tim.
8. Memberikan Bantuan Awal dan Melakukan Umpan Balik
Setelah semua tim diberikan tugas dilengkapi dengan pengarahan, bimbingan, serta penjelasan, maka tugaskan kepada setiap tim untuk melakukan diskusi di kelas di bawah bimbingan dosen. Dalam diskusi itu, tugaskan kepada setiap anggota tim untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukan oleh tim serta merencanakan strategi untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas tersebut dengan baik.
Dalam membimbing kegiatan ini, menurut McCahon & Lavelle (1998), dosen hendaknya selalu mencek untuk meyakinkan apakah mahasiswa benar-benar memahami apa yang harus mereka kerjakan dan sekaligus mengetahui kapan dan bagaimana mereka akan menyelesaikan kegiatan tim. Dosen juga harus senantiasa memonitor untuk meyakinkan bahwa anggota tim tetap kompak dalam bekerjasama mengerjakan kegiatan tim. Lebih dari itu, dosen juga harus senantiasa terbuka dan bersedia memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh tim manakala mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan kegiatannya. Yang perlu ditekankan di sini, kata Howard (1999), meskipun diskusi tentang perencanaan kegiatan tim serta strategi penyelesaiannya dilakukan di dalam kelas, namun mahasiswa harus menyelesaikan kegiatan tim itu di luar kelas.
9. Penggunaan Format Pencatatan untuk Pengorganisasian dan Perencanaan
Format pencatatan tentang tugas-tugas tim dapat digunakan secara efektif untuk membantu dalam perencanaan dan penyusunan jadwal pertemuan serta kegiatan-kegiatan tim lainnya. Dengan alat ini dapat membantu tim untuk tetap memfokuskan pada upaya penyelesaian kegiatan-kegiatan secara benar, efisien, dan tepat waktu. Lebih dari itu, kata Bowen (1998), proses pengisian format pencatatan ini dapat mendorong mahasiswa untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan organisasional mereka yang nantinya akan sangat berguna tidak hanya selama menempuh studi melainkan juga setelah mereka memasuki dunia kerja, kegiatan-kegiatan sosial, dan berbagai situasi lainnya.
Dalam konteks ini, Davis & Miller (1996) menyatakan bahwa dosen harus senantiasa menekankan pada tim untuk tetap bekerjasama dalam mengisi format pencatatan itu, dan setiap anggota tim harus memegang satu fotokopi dari format pencatatan yang telah selesai dikerjakan. Ketua tim harus secara cepat dan tepat menyampaikan fotokopi dari format pencatatan yang telah dikerjakan itu kepada dosen agar dapat digunakan untuk melakukan monitoring secara kontinu kegiatan-kegiatan tim dan sesegera mungkin memberikan umpan balik kepada tim.
Bentuk-bentuk format pencatatan yang disarankan oleh Howard (1999) dapat digunakan oleh tim dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatannya.
9.1 Roster Komunikasi
Jika suatu tim sudah terbentuk, maka anggota tim itu harus senantiasa saling bertukar informasi sehingga memungkinkan mereka tetap saling berkomunikasi. Informasi dari anggota tim lainnya dicatat ke dalam format yang bernama "Roster Komunikasi" seperti tampak pada Tabel 1.
Tabel 1 Roster Komunikasi
Judul Kegiatan : | |||
Anggota Tim | Nomor Telepon | Alamat | Alamat E-mail |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagi anggota tim yang memiliki e-mail akan termudahkan untuk saling berkomunikasi secara cepat dan sekaligus hasil komunikasi tersebut terekam serta dapat dicetak. Untuk mendapatkan e-mail gratis, dapat diakses Yahoo dengan situs: http://www.yahoo.com dan di sana dapat dibuat e-mail tanpa harus membayar; misalnya: asrori@yahoo.com. Selain di Yahoo, pembuatan e-mail gratis ini juga tersedia di Juno melalui situs http://www.juno.com/ serta melalui http://www.apostolic-voicer.org/freemail.htm
Roster komunikasi ini akan sangat berguna jika anggota tim menemukan sesuatu yang penting, tetapi tidak memungkinkan untuk segera melakukan pertemuan atau anggota tim tersebut tidak dapat hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh tim. Dengan alat ini anggota tim tetap akan dapat melakukan komunikasi dengan anggota tim lainnya. Dengan cara demikian, setiap anggota tim tetap akan memelihara tanggungjawab terhadap kekohesifan timnya.
9.2 Lembaran Tugas
Setelah tim mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan dan tugas yang akan menjadi tanggungjawab masing-masing anggota telah ditentukan, maka mahasiswa sebagai anggota tim harus membuat catatan-catatan tertulis mengenai berbagai informasi bekenaan dengan tugas dan tanggungjawabnya, termasuk di dalamnya batas waktu penyelesaian tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Catatan-catatan itu dituangkan ke dalam "Lembaran Tugas" sebagaimana tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Lembaran Tugas
Judul Kegiatan : | ||
Nama | Tugas yang Menjadi Tanggungjawabnya | Batas Waktu |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lembaran tugas ini, menurut Hart (1997), dapat membantu mahasiswa: (1) menghindarkan diri dari terjadinya duplikasi yang tidak diinginkan (2) terjadinya pemborosan waktu yang dapat disebabkan oleh adanya dua orang atau lebih anggota tim mengerjakan pekerjaan yang sama karena adanya kebingungan tanggungjawab dan (3) menghindarkan diri dari pengabaian tugas dan tanggungjawabnya.
Untuk mengoptimalkan penggunaan lembaran tugas ini, umpan balik dari dosen sangat diperlukan. Jika dosen memberikan umpan balik yang tepat terhadap isi lembaran tugas ini dengan cara memeriksa kelengkapan dan kualitasnya yang kemudian dikomunikasikan kepada mahasiswa, maka dosen akan dapat: (1) menentukan apakah tugas-tugas penting yang harus dikerjakan mahasiswa sudah tercakup di dalamnya, (2) apakah tanggungjawab anggota tim telah didistribusikan secara adil, dan (3) apakah batas waktu yang ditentukan itu fisibel. Apabila ternyata perlu perubahan batas waktu dapat segera dilakukan dan diinformasikan kepada anggota tim.
9.3 Format Jadwal Pertemuan
Tugas penting yang juga harus dipersiapkan oleh anggota tim pada awal pelaksanaan kegiatan adalah menyusun jadwal pertemuan yang akan diselengga-rakan di luar jam kuliah guna mendiskusikan gagasan-gagasan anggota, bertukar informasi, penyesuaian rencana kerja, dan tugas-tugas penting lainnya dalam rangka penyelesaian kegiatan tim. Format Jadwal Pertemuan ini sebagaimana tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Format Jadwal Pertemuan
Judul Kegiatan : | |||||
Tanggal | Pukul | Tempat | Tujuan Pertemuan | Topik Laporan | Laporan Anggota |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ada kemungkinan suatu tim menyusun schedul pertemuannya bersama-sama dosen di kelas ketika tidak ada perkuliahan, sedangkan tim lain mungkin lebih senang memilih menyusunnya di perpustakaan, di rumah salah seorang anggota tim, di asrama, atau di tempat lain yang lebih cocok. Dengan adanya format jadwal pertemuan ini akan sangat memudahkan tim untuk mencatat informasi penting serta penggunaannya.
9.4 Lembaran Agenda Pertemuan
Agar pertemuan tim dapat berjalan lancar dan jelas topik yang akan dibahas, maka setiap anggota tim harus memiliki agenda pertemuan yang akan didiskusikan bersama pada setiap pertemuan. Jika tidak, maka pertemuan tim akan menjadi tak tentu arah atau bahkan tidak ada bahan yang akan didiskusikan. Untuk membantu anggota tim merumuskan agenda pertemuan, dapat digunakan Lembaran Agenda Pertemuan seperti tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Lembaran Agenda Pertemuan
Tempat | Mulai Pukul : | Tanggal: |
Judul Kegiatan : | ||
Ketua Tim : | ||
Tujuan Pertemuan : | ||
Schedul Kegiatan : | ||
Kegiatan | Tanggungjawab Anggota | Komentar |
|
|
|
|
|
|
Kegiatan yang Akan Datang:
|
Pada Akhir pertemuan, anggota tim harus merumuskan agenda pertemuan yang akan datang dan bila rencana kegiatan yang akan datang itu telah disepakati, hal itu harus dituangkan ke dalam lembaran agenda pertemuan yang bersangkutan. Dengan demikian, setiap anggota dapat selalu mengecek rencana agenda pertemuan berikutnya sehingga masing-masing dapat menyiapkan diri untuk menentukan apa agenda yang akan dibawa ke dalam pertemuan tim berikutnya. Dengan cara demikian, dapat dihindarkan kemungkinan ketiadaan bahan untuk didiskusikan pada pertemuan berikutnya.
9.5 Lembaran Evaluasi Pertemuan
Davis dan Miller (1996) menegaskan bahwa untuk memaksimalkan kesempatan belajar dari keterlibatan dalam kegiatan tim, mahasiswa harus senantiasa mendiskusikan dan mengevaluasi pengalaman-pengalaman kegiatan dalam timnya. Untuk keperluan ini dapat dilakukan pemantauan diri dengan menggunakan Lembaran Evaluasi Pertemuan sebagaimana yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Lembaran Evaluasi Pertemuan
Judul Kegiatan: | Evaluator: | |||||
Tujuan Pertemuan: | Mulai Pukul: | |||||
Kehadiran (KHD): | ||||||
Aktivitas (AKT): | ||||||
Ranking: | ||||||
Catatan: Bubuhkanlah ranking menurut Anda ke dalam tanda kurung ( ) yang tersedia di bawah ini dan berikanlah keterangan singkat untuk setiap rangking tersebut di sebelah kanan tanda kurung. Jika lembaran ini tidak cukup, Anda dapat menuliskannya di sebelah belakang halaman lembaran ini. | ||||||
Anggota Tim | KHD | PT | KD | KIP | Komentar Lain | |
| ( ) | ( ) | ( ) | ( ) | ( ) | |
| ( ) | ( ) | ( ) | ( ) | ( ) | |
| ( ) | ( ) | ( ) | ( ) | ( ) |
Lembaran evaluasi pertemuan ini diisi oleh setiap anggota tim pada akhir dari setiap pertemuan. Cara demikian akan dapat membantu memfasilitasi proses maksimalisasi kesempatan belajar bagi setiap anggota tim sekaligus mengevaluasi kinerja tim. Kehadiran anggota tim, penyelesaian tugas setiap anggota, kontribusi setiap anggota dalam diskusi, keterampilan interpersonal, dan faktor-faktor lain yang akan dievaluasi harus dicatat di dalam lembaran evaluasi pertemuan tersebut.
Cara demikian dapat juga digunakan sebagai evaluasi sejawat dan sekaligus evaluasi-diri para anggota tim. Dalam pada itu, tim juga dapat menggunakan lembaran evaluasi pertemuan ini untuk menilai kemajuan mereka dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tim.
9.6 Lembaran Evaluasi Akhir Keseluruhan Kegiatan
Sebagaimana penilaian yang dilakukan pada setiap pertemuan, evaluasi pada akhir keseluruhan kegiatan juga merupakan cara yang sangat efektif bagi mahasiswa untuk belajar dari pengalaman-pengalaman kegiatan tim secara keseluruhan. Untuk membantu evaluasi ini akan sangat baik jika menggunakan "Lembaran Evaluasi Akhir Keseluruhan Kegiatan" sebagaimana tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Lembaran Evaluasi Akhir Keseluruhan Kegiatan
Judul Kegiatan: | Evaluator: | |||||
Anggota Tim: | ||||||
Aktivitas: | ||||||
Ranking: | ||||||
Catatan: Bubuhkanlah ranking menurut Anda ke dalam tanda kurung ( ) yang tersedia di bawah ini dan berikanlah keterangan singkat untuk setiap rangking tersebut di sebelah kanan tanda kurung. Jika lembaran ini tidak cukup, Anda dapat menuliskannya di sebelah belakang halaman lembaran ini. | ||||||
Anggota Tim | KHD | PT | KD | KIP | Komentar Lain | |
| ( ) | ( ) | ( ) | ( ) | ( ) |
Catatan-catatan secara rinci yang telah dibuat pada lembaran evaluasi setiap pertemuan yang telah lalu akan sangat penting bagi mahasiswa untuk dapat melakukan evaluasi sejawat dan evaluasi diri pada akhir keseluruhan kegiatan secara akurat dan teruji berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
Peranan evaluasi sejawat dan evaluasi diri untuk menilai kegiatan tim masih merupakan sesuatu yang kontroversial. Beberapa peneliti dan ahli pendidikan berkeyakinan bahwa konsep bekerja secara tim mengandung makna bahwa keseluruhan tim harus berbagi nilai secara sama. Namun, sebagian yang lain berpendapat bahwa pendekatan seperti itu dapat menyebabkan sebagian anggota tim kurang dapat bertanggungjawab terhadap keseluruhan kegiatan timnya karena merasa akhirnya akan mendapatkan nilai yang sama dengan anggota lain yang aktif dan penuh tanggungjawab (Kagan, 1995; Holt, 1997). Untuk mengatasi isu ini, diperlukan kearifan dosen; bahkan banyak ahli pendidikan yang bersikeras agar masukan-masukan dari mahasiswa tetap harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
10. Penutup
Mencermati uraian di atas, menjadi sangat penting bagi perguruan tinggi untuk menerapkan strategi pembelajaran "teamwork learning" yang memungkinkan mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan penting untuk dapat berhasil bekerja secara kolaboratif dalam tim. Dengan membiasakan penerapan strategi pembelajaran ini, mahasiswa akan terbiasa mengembangkan penghargaan akan betapa pentingnya bekerjasama dalam suatu tim dan mampu memprioritaskan tujuan-tujuan kepentingan tim di atas tujuan-tujuan dan kepentingan individu. Selain itu, tim juga akan terbiasa mampu memahami apa saja yang harus mereka lakukan dan bagaimana mereka harus menyelesaikannya secara bersama-sama.
Format-format pencatatan untuk perencanaan dan pengorganisasian kegiatan-kegiatan tim dapat menjadi instrumen untuk membantu mahasiswa belajar menyelesaikan kegiatan-kegiatan tim dengan cara yang sangat terorganisir dengan baik dan tepat waktu. Bimbingan dan umpan balik secara berkesinambungan dari dosen, evaluasi sejawat, dan evaluasi-diri yang dilakukan secara efektif, serta penekanan akan pentingnya tanggungjawab individual dan tim juga merupakan faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan kemampuan mahasiswa bekerja secara tim. Dalam prosesnya, mahasiswa juga sangat perlu mengembangkan keterampilan interpersonal dan kompetensi lainnya yang akan sangat bermanfaat bagi dirinya dalam bekerja secara tim manakala nanti sudah terjun ke dalam dunia kerja secara nyata.
Sumber : Depdiknas
1 comment:
makasih bgt,ni bisa jd inspirasi bwt bkin skripsi,klo bisa lbh lengkap dong n ada contoh proposal jg bwt penelitian ini,makasi.....
Post a Comment