Tanpa Stallman dan gerakan GNU-nya mungkin Linux tidak akan menjadi seperti sekarang. Pria dengan sorot mata yang tajam ini bagaikan sosok 'nabi' yang menyerukan kemerdekaan piranti lunak. Richard Stallman, adalah salah satu dari gerombolan programmer di Massachusets Institute of Technology (MIT) yang dikenal sebagai hacker. Kelompok ini adalah penghuni laboratorium Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) di MIT yang kerap bekerja di depan komputer hingga berhari-hari demi menghasilkan sebuah piranti lunak, hacker dalam arti yang murni.
Santo Ignucius
Karya paling fenomenal dari hacker yang punya julukan RMS ini adalah GNU, yaitu sebuah proyek yang pada awalnya berusaha menghasilkan sistem operasi mirip Unix dengan nama GNU (singkatan berulang dari GNU's Not Unix). GNU melahirkan banyak proyek piranti lunak merdeka, yang di kemudian hari akan bergabung dengan kernel Linux untuk menjadi sebuah piranti lunak komplit.
Namun tonggak GNU adalah lisensi yang bernama GNU General Public License, dokumen legal ini memungkinkan seorang penulis piranti lunak untuk memerdekakan kode penyusun piranti lunak yang disusunnya, sebuah tindakan yang lebih populer dikaitkan dengan Open Source tapi oleh Stallman lebih suka disebut sebagai Free Software. Dengan GPL piranti lunak yang disusun bisa dimodifikasi oleh orang lain dengan syarat hasil modifikasi dikembalikan ke penulis awal serta dimerdekakan di bawah GPL. Sebenarnya GPL merupakan cara penulis piranti lunak untuk menegakkan hak cipta mereka. Lisensi ini memungkinkan penulis mengambil hak cipta mereka lalu memerdekakannya, berbeda dengan melepas sebuah karya ke ranah umum yang akan meniadakan hak cipta seorang penulis.
GNU oleh Stallman dibawa ke berbagai tempat. Ia tak pernah letih mengajak orang untuk menyebut Linux sebagai 'GNU/Linux' atau 'GNU+Linux'. Saking kuatnya khotbah sang Stallman soal GNU, ia menjuluki dirinya sendiri dengan 'St. IGNUcius' (Santo Ignucius), plesetan dari Santo Ignatius dan GNU.
Prestasi Stallman lainnya adalah ia berhasil membawa pemerintahan di negara bagian Kerala, India bagian Selatan untuk beralih menggunakan piranti lunak merdeka. Bahjkan di akhir tahun 2006, Kerala menyatakan dengan tegas penolakan mereka terhadap piranti lunak buatan Microsoft.
Gembel Kampus
Seorang penyendiri, Stallman menghabiskan hidupnya di kampus MIT. Ia tak memiliki ponsel dan kendaraan bermotor. "Saya hidup bagai seorang mahasiswa, dan ini bagus karena dengan demikian saya yakin bahwa uang tidak mengendalikan hidup saya," tuturnya suatu ketika. Pria berambut panjang dan brewokan ini konon kerap ditemui berkelana di daerah pejalan kaki di kampus.
Reputasinya dari sosok pribadi adalah sosok yang nyentrik. Stallman dilaporkan kerap memungut sesuatu dari rambutnya dan menceburkan 'benda´ itu ke dalam sop yang akan dimakannya. Perilaku 'gila' seperti itu dikhawatirkan akan merusak citra gerakan kemerdekaan software yang selalu diusungnya. Bahkan citra Stallman ditakutkan akan merusak citra Linux yang semakin besar di kalangan bisnis dan industri besar.
Stallman memang hidup di kampus. Dari MIT-lah ia pertama kali menyadari bahwa piranti lunak harus dimerdekakan. Tentunya hal itu tidak didapatkannya dari bangku kuliah. Pada 1971, tahun pertama Stallman di MIT setelah lulus dari Harvard, ia langsung menjadi programmer di Lab AI. Pekerjaan di lab itu rupanya membuat Stallman jatuh cinta sehingga ia tak melanjutkan kuliahnya dan memutuskan untuk hanya menjadi programmer di lab.
Etos hackernya mulai bergeliat saat pada 1977, lab AI MIT mulai menerapkan sistem ber-password. Sebagai seorang hacker, Stallman menentang kebijakan tersebut. Ia pun berhasil membobol sistem yang ada, sehingga semua password diubah menjadi 'carriage return' dengan kata lain, cukup tekan Enter saja.
Di tahun 1979 dan 1980, serentetan peristiwa membuat Stallman membulatkan tekadnya untuk mengkapanyekan kemerdekaan piranti lunak. Peristiwa pertama adalah munculnya piranti lunak yang tidak menyediakan kode penyusunnya bagi para hacker di Lab AI. Sebuah piranti lunak bernama Scribe bahkan disisipi kode 'bom waktu' untuk mencegah orang menggunakan piranti itu tanpa izin resmi.
Inefisiensi
Lalu pada 1980, Xerox mengirimkan printer ke MIT yang tidak dilengkapi kode penyusun. Hal ini menyulitkan para hacker karena mereka terbiasa menyelipkan program buatan mereka untuk memperbaiki fungsi yang ada. Misalnya pada printer, para hacker membuat program agar printer bisa mengirimkan pesan ke pengguna yang sedang mencetak dokumen, pesan itu memberitahukan saat printer sedang mencetak maupun saat printer mengalami gangguan. Dengan tidak dibukanya kode penyusun para piranti lunak di dalam printer Xerox tersebut, para hacker pun mengalami banyak kesulitan, terutama karena printer seri 9700 tersebut (printer laser pertama di industri pencetakan saat itu) tidak berada di lantai yang sama dengan Lab AI.
Apa yang terjadi dalam kasus printer itu adalah inefisiensi, satu kata yang sangat dibenci Stallman dan hacker lainnya. Stallman dan rekan-rekan harus bolak-balik ke lantai yang berbeda setiap beberapa menit hanya untuk melihat apakah printer sedang mencetak, atau apakah printer mengalami masalah. Inefisiensi itu seharusnya bisa diatasi dengan piranti lunak yang telah disusun oleh para hacker, tetapi kdoe yang tertutup dari Xerox membuat mereka tidak bisa melakukan apa-apa.
Soal inefisiensi ini pernah menyiksa Stallman dalam sebuah kejadian di Maui. Stallman, seperti diceritakan Sam Williams dalam biografi Stallman, pernah menjadi marah besar gara-gara terjebak kemacetan. Marahnya ini terjadi karena, ketika itu ia menyetir mobil, ia harus mengikuti mobil lain yang bertindak sebagai penunjuk arah tapi mobil itu seperti sengaja melalui jalur yang macet. Padahal, Stallman tahu, dengan satu belokan di sebuah perempatan mereka akan menghindari semua kemacetan itu. Kejadian itu dikenang Williams sebagai sebuah perjalanan dalam neraka hacker.
Neraka itu bukan hanya pada 'kebodohan' sang pemandu jalan, tetapi juga pada inefisiensi yang melanda kota tersebut. Ini termasuk desain jalan dan penempatan lampu lalu lintas yang bisa diibaratkan sebuah kode penyusun piranti lunak yang benar-benar membuat sumber daya komputer.
Orang Gila atau Pahlawan
Pada akhirnya, sosok Stallman adalah sosok yang sulit dideskripsikan. Banyak orang yang mengakui kejeniusan Stallman saat menyusun GNU General Public License. Eben Mogden, pengacara yang membantu Stallman dalam penyusunan GPL, melihat bahwa cara Stallman adalah satu-satunya cara untuk mengerjakan yang tidak mungkin.
Mission Imposible itu adalah membuat sebuah dokumen hukum yang jernih dan bisa berlaku di seluruh dunia. Bukan hanya itu, dokumen itu harus bisa berfungsi sebagai koridor hukum yang melindungi hak cipta (sebuah hukum yang sudah ada sebelumnya) dengan cara memungkinkan sebuah karya untuk dilepas ke masyarakat luas seakan-akan tanpa hak cipta.
"Apa yang diktakan sejarah mengenai GNU, dua puluh tahun dari sekarang, akan sangat tergantung pada siapa yang memenangkan pertempuran untuk menggunakan pengetahuan yang bersifat umum. Jika kami yang kalah, kami akan menjadi catatan kaki belaka. Jika kami menang, belum tentu juga orang akan tahu apa peran GNU. Jika mereka berpikir 'Linux' saja, maka akan gambaran yang salah tentang apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa. Bahkan jika kami menang, apa yang akan mereka katakan tentang kami seratus tahun dari sekarang sangat tergantung pada siapa yang berkuasa secara politis pada saat itu," ujar Stallman.
Stallman menganalogikan dirinya dengan seorang John Brown. Seorang yang berusaha memimpin pemberontakan para budak tetapi gagal. Persidangan Brown-lah yang kemudian menghidupkan semangat anti perbudakan di Amerika Serikat pada era 1900-an. Brown tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan, tetapi juga tercatat sebagai seorang yang mengalami gangguan jiwa. Stallman, dengan berbagai perilaku eksentriknya, agaknya menyadari bahwa dirinya pun bisa dilihat sebagai seorang yang gila tapi sebenarnya seorang pahlawan yang benar-benar masuk akal.
Sumber : Full Printed from Di balik Kisah-kisah Hacker Legendaris
No comments:
Post a Comment