Penelitian...
Merupakan inti dari dibangunnya blog ini. Artinya, blog ini diharapkan dapat menjadi wadah informasi dan referensi bagi rekan-rekan peneliti, khususnya di dunia pendidikan.
Pendahuluan
Kali ini, akan dibahas mengenai sebuah strategi penelitian yang dapat digunakan oleh peneliti di bidang pendidikan agar dapat menghasilkan karya-karya penelitian yang bermanfaat bagi dunia pendidikan di Indonesia. Mengapa dikatakan strategi? Karena collaborative research pada dasarnya hanya cara-cara atau langkah-langkah praktis terukur yang dapat dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan penelitian, sekaligus meningkatkan kualitas karya yang dihasilkan.
Mengapa perlu melakukan penelitian? Mengapa guru-guru (perlu) diharuskan melakukan penelitian?
Guru lebih jauh diharapkan kompeten dalam hal penelitian, yang bertujuan
menghasilkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Akan tetapi, faktanya juga
guru belum memiliki kompetensi yang cukup dalam hal melaksanakan penelitian.
Fakta ini terlihat dari hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan
sebelumnya, yaitu hampir 70 persen guru yang disurvei belum memiliki
pengetahuan yang benar mengenai konsep masalah dan penelitian. Bahkan, hampir
90 persen guru tidak pernah melakukan kegiatan penelitian dan akhirnya
mengakibatkan hampir 100 persen guru tidak pernah melakukan publikasi mengenai
hasil penelitian.
Lemahnya kompetensi guru
dalam melaksanakan penelitian secara umum juga disebabkan karena minimnya
jaringan dan kerjasama yang dimiliki oleh guru. Jaringan dan kerjasama inilah
yang sebenarnya dapat membantu guru dalam melaksanakan penelitian secara
kolaboratif. Penelitian yang dilaksanakan secara kolaboratif akan menghasilkan
penelitian yang lebih mudah, lebih cepat, bahkan dapat dikatakan hasilnya lebih
baik dibandingkan penelitian individu. Zaman dulu, penelitian secara
kolaboratif memang sulit untuk dilakukan, karena keterbatasan ruang dan waktu
(Allen, 1977; Kiesler & Cummings, 2002; Kraut et al. 1990). Akan tetapi,
dewasa ini pertukaran informasi, baik dalam bentuk data, instrumen, dan lain
sebagainya sudah sangat mudah karena bantuan teknologi. Untuk itu, tidak ada
alasan yang menghambat pelaksanaan penelitian secara kolaboratif, karena yang
dibutuhkan hanya keinginan dan kesadaran untuk melakukan penelitian sebagai
bentuk pengembangan diri.
Pentingnya kegiatan
penelitian bagi para guru diungkapkan oleh Hammersley,
yang menyatakan, “educational research
should be an integral part of the work of teachers in schools rather than an
activity carried out on schools by outsiders”. Hal ini menunjukkan bahwa
penelitian sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pekerjaan
seorang guru. Artinya, dengan melakukan penelitian, seorang guru dapat terus
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelasnya dari waktu ke waktu. Lebih jauh Cheruvu menyatakan, “Yet teacher
research—systematic data collection and analysis of a problem of practice—is
helpful for improving one’s practice, gaining a deeper understanding of
students’ perspectives and needs, and, ultimately, improving students’ learning.”
Dari pemahaman ini terlihat bahwa penelitian akan menghasilkan pembelajaran
bermakna yang akhirnya akan meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik.
Lalu, apa itu collaborative research?
Collaborative Research
Riset secara kolaborasi
masih terdengar asing dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini terlihat
dari minimnya hasil-hasil penelitian yang didasarkan pada penelitian secara
kolaboratif. Lieberman mengatakan Collaborative research can indeed be
accomplished in a variety of contexts. Pendapat tersebut menegaskan bahwa penelitian
kolaboratif dapat dilakukan dalam berbagai konteks. Bahkan, penelitian
kolaboratif dapat dilakukan oleh para guru, khususnya beberapa guru yang
memiliki pemahaman bahwa penelitian adalah kegiatan yang penting dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Collaboration offers not only the potential breakdown of historical
divisions between universities and public schools, but also offers future
teachers useful models for participation in educational research.
Collaboration amongst teachers can help build
and strengthen solidarity. Dengan berkolaborasi, memungkinkan guru saling berinteraksi dengan dunia
luar, terutama dengan masyarakat atau dengan peneliti dari perguruan tinggi.
Hal ini secara langsung atau tidak langsung akan memperkuat solidaritas di
kalangan peneliti itu sendiri. Sebaliknya, tanpa kolaborasi, akan sulit
mendapatkan pengembangan-pengembangan pembelajaran, karena masing-masing (baik
guru atau peneliti di perguruan tinggi, atau juga masyarakat tidak berinteraksi
untuk mendapatkan masukan. Without collaboration, academic researchers
run the risk of developing ideas only through their data, while practitioners
risk developing ideas only through interactions with students (Fox, 2003). Through collaborative work and dialogue, practitioners and researchers
can build more robust educational theories and practices.
Mengapa penelitian dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran? National Research Council (NRC) menuliskan
6 (enam) prinsip dari penelitian ilmiah dan merekomendasikan bahwa para
peneliti pendidikan harus: 1) pose
significant questions that can be investigated empirically; 2) link research to
relevant theory; 3) use methods that permit direct investigation of the
questions; 4) provide a coherent and explicit chain of reasoning; 5) replicate
and generalise across studies; and 6) disclose research to encourage professional
scrutiny and critique. Prinsip-prinsip ini yang menjamin bahwa dengan
melaksanakan penelitian, peneliti mulai dari masalah yang terjadi dalam
pembelajaran, lalu memulai mencari teori, mengembangkan metode untuk memecahkan
masalah, dan akhirnya mendapatkan solusi yang bertujuan memperbaiki proses
pembelajaran.
Authentic collaborative research is
conception, investigation, and nurturance of ideas through a naturalness of
interaction that underlies any concurrent attention to power disparities
resulting from the researchers’ particular social locations. Penelitian berkualitas sebenarnya tidak dapat
dilakukan secara individu, karena wawasan dan cara pandangnya akan terbatas
pada lingkup ilmu yang dipahami oleh seseorang itu saja. Untuk itulah perlu
kolaborasi dalam penelitian, terutama dari disiplin ilmu lain. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap suatu
masalah, sehingga dapat diusulkan solusi yang terbaik. Research collaboration can take on many forms: teacher and teacher (Keffer, Wood, Carr, Mattison, & Lanier,
1998; Mohr, Rogers, Nocera, MacLean, & Clawson, 2004; Ritchie & Wilson,
2000); academic and teacher (Allen
& Shockley, 1998; Kapunscinski, 1997; Rust & Meyers, 2003; Wells,
2001); whole school practitioner teams
(Clayton Research Review Team, 2001; Senese, 2001); and community practitioner collaboration (Cochran-Smith &
Lytle, 2009).
Borko et al (Borko & Whitcomb, 2008) the importance of research that
“draws from multiple disciplines, is pluralistic in its methods, and is
rigorously conducted and reported” (Borko et al., 2007). Kata kunci dari
sebuah penelitian adalah harus dapat diklarifikasi metode penelitiannya, serta
harus lengkap dan teliti dalam penulisan laporannya. Kelengkapan dalam metode
penelitian dan ketelitian dalam penulisan laporan, akan memudahkan peneliti
lain untuk melakukan verifikasi dan atau melakukan penelitian lanjutan terhadap
tema penelitian yang sudah diteliti sebelumnya.
Gutierrez & Penuel (2014) the formulation of collaborative
research standards that must require researchers to provide evidence that they
have engaged in a process to surface and negotiate the focus of their joint
work, and to document the ways participation in this process was structured to
include district and school leaders, teachers, parents, community stakeholders,
and, wherever possible, children and youth. Penelitian kolaboratif
mengharuskan peneliti untuk menyediakan bukti-bukti yang mereka dapatkan dalam
proses penelitian. Untuk kegiatan penelitian kolaboratif yang dilaksanakan
dalam lingkup pendidikan, maka peneliti harus mendapatkan data dari pimpinan
sekolah, guru-guru, orang tua, komunitas stakeholder sekolah, dan tentu saja
peserta didik itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih
lengkap dan detail, serta dari sumber yang jelas.
Penelitian kolaboratif
seperti telah diuraikan sebelumnya adalah penelitian yang dikerjakan
bersama-sama untuk memecahkan suatu masalah. Untuk itu, partisipasi aktif dari
para peneliti yang terlibat di dalamnya sangat penting untuk memastikan
kualitas hasil penelitiannya. Frumkin (Chen, Wang, and Chen, 2014) indicated that if users can leave comments
or annotations, this practice would open the door for sharing research
experiences, facilitate collaborative research, and make it easy for future
researchers to find materials they need in a particular collection.
Pendapat Frumkin ini menegaskan bahwa masing-masing peneliti atau yang
berkepentingan harus memberikan masukan, sehingga membuka ruang untuk diskusi,
meningkatkan pengalaman penelitian, dan juga memfasilitasi pelaksanaan
penelitian kolaboratif yang lebih luas. Akhirnya, peneliti selanjutnya akan
mudah untuk mendapatkan akses dan materi-materi yang dibutuhkan, karena
berhubungan dengan temuan penelitian sebelumnya.
Smith & Malina
mengatakan ada 5 fase dalam penelitian kolaboratif lintas kultural, yaitu: 1) Phase 1: Harnessing Networks, 2) Phase 2:
Focusing the Project, 3) Phase 3: Accessing Data, 4) Phase 4: Interpretation,
and 5) Phase 5: Writing and Dissemination. Dari uraian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa penelitian kolaboratif membutuhkan sistematika standar yang
harus dipahami dan dilaksanakan oleh peneliti. Secara umum, uraian kegiatan
yang harus dilakukan masih sama seperti sistematika penelitian pada umumnya.
Akan tetapi, hal utama dan paling pertama dalam penelitian kolaboratif adalah
membangun jaringan. Mengingat kegiatan penelitian kolaboratif melibatkan
disiplin ilmu yang berbeda dan akan lebih baik juga lintas institusi, maka
jaringan yang sudah terkoordinasi dengan baik, akan membuat kegiatan penelitian
menjadi lebih lancar dan tentu saja dapat meningkatkan kualitas penelitian itu
sendiri.
Borko & Whitcomb (2008) the field of teacher education
research build its capacity for collaborative research, conducted by teams of
researchers with expertise in multiple research methods, in order to address
the kinds of questions that are best investigated through large-scale studies
that combine multiple designs, data sources, and analysis procedures.
Pendapat ini menegaskan bahwa penelitian mengenai pendidikan guru dibangun
dengan penelitian kolaboratif. Penelitian ini harus dikerjakan oleh tim yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang beragam dalam metodologi penelitian.
Tujuannya untuk mendapatkan pertanyaan penelitian terbaik yang dapat
diinvestigasi dengan mengkombinasikan desain, sumber daya, dan prosedur
analisis penelitian.
Ada cukup banyak hambatan
dalam pelaksanaan penelitian secara kolaboratif, diantaranya perbedaan
kemampuan, perbedaan cara pandang, perbedaan ketertarikan topik penelitian,
perbedaan budaya atau kebiasaan penelitian, dan lain sebagainya. Hal ini yang
sering menjadi penyebab gagalnya proses penelitian secara kolaboratif. Smith
& Malina mengatakan the problem for
researchers from one culture or context wishing to conduct research on another
culture is that the outsiders’ past experiences will not have equipped them to
make sense of events in the same way that insiders would. Lebih jauh, Pine (2009) identifies three specific challenges that those participating in
teacher research collaboration must address. First, he argues, collaboration
that involves practice must focus on inquiry and research, rather than on
discussions and emotional support of the daily practice. Second, collaboration
that is contrived (Hargreaves, 1994) must
be avoided because it leaves some stakeholders less invested than others.
Third, researchers have to be mindful that collaboration can lead to “group
think,” which limits the possibilities for dissenting views or counter
narratives within the collaborative group.
Penelitian kolaboratif,
seperti semua kegiatan penelitian lain yang dikerjakan oleh guru, tentunya akan
meningkatkan kualitas guru tersebut. Hal ini terjadi karena dengan melaksanakan
penelitian, guru akan terbiasa untuk mengevaluasi dan mengembangkan
metode-metode pembelajaran terbaik bagi peserta didik yang diajarnya. Collaborative teacher research can enrich teacher education (e.g. Cochran-Smith & Lytle, 1999; Levin
& Rock, 2003; Loughran, Hamilton, LaBoskey, & Russell, 2004; Goswami
& Stillman, 1987). Teacher research
has the power to improve how prospective teachers learn information about both
teaching, as well as transform how they are mentored into the profession. Pendapat ini memperkuat
fakta bahwa dengan meneliti, guru akan bertransformasi menjadi pribadi yang
jauh lebih berkualitas, terutama dalam pembelajaran.
Lebih jauh dikatakan collaborative teacher research has the power to disrupt hierarchy.
First, collaboration can protect teachers from exploitation, since the
researchers share and interpret data together (Shockley, 2001). Second, collaboration ensures that teachers’ views are represented in
the literature and that knowledge production is not unidirectional (Zeni,
2001; Wells, 2001). Third, collaborative
research facilitates publication for teachers, who would otherwise have much
less access to research tools, journals, conferences, and research networks
(Minarik, 2001). Hal ini menegaskan bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh jika guru
melaksanakan penelitian kolaboratif, mulai dari lepas dari eksploitasi peneliti
di perguruan tinggi, mendapatkan referensi-referensi berkualitas, serta dapat
difasilitasi dalam mempublikasikan hasil-hasil penelitian yang telah
dikerjakan. Salah satu kegiatan penelitian yang bersifat kolaboratif adalah
penelitian tindakan, atau saat ini lebih dikenal dengan nama penelitian
tindakan kelas. Brown menuliskan bahwa the action
research process is collaborative and investigative where practitioners work
together to design and follow through with research on practical problems in
their classrooms.
Daftar
Bacaan
Borko, H., & Whitcomb, J. A. (2008). Teachers, Teaching,
and Teacher Education: Comments on the National Mathematics Advisory Panel’s
Report. Educational Researcher, 37(9), 565–572.
Brown, B.L. (2002). Improving Teaching Practices through
Action Research. Disertasi. Tidak Dipublikasikan. Virginia Polytechnics Institute
and State University.
Chen, C.-M, Wang, J.-Y., & Chen,
Y.-C. (2014). Facilitating English-Language Reading Performance by a Digital
Reading Annotation System with Self-Regulated Learning Mechanisms. Educational
Technology & Society, 17 (1), 102–114.
Cheruvu,
Ranita. 2014. Focus on teacher as researcher: Teacher educators as teacher
researchers: practicing what we teach. Childhood
Education, 90 (3): 225-228.
Christianakis,
M. (2010). Collaborative research and teacher education. Issues in Teacher Education, 19 (2): 109-125.
Gutierrez, K. D., & Penuel, W. R. (2014). Relevance to
Practice as a Criterion for Rigor. Educational Researcher, 43(1),
19–23.
Hammersley,
M. 1993. On the teacher as researcher. Educational
Action Research, 1 (3): 425-445.
Lieberman, A. (1986). Collaborative research: Working with,
not working on. Educational Leadership, 43(5), 28–32.
Power, J. & Kuhnlein, H. (2008). Collaborative
Research: an “indigenous lens” perspective. Canadian
Coalition for Global Health Research, 1-9.
Roulston, K., Legette, R., Deloach, M., and Pitman, C.B.
(2005). What is ‘research’ for teacher-researchers? Educational Action Research, 13 (2), 169-189.
Smith, M.E. & Malina, D. (1999). Cross-cultural
collaborative research: Toward reflexivity. Academy
of Management Journal, 42 (1), 76-86.
Based on My Dissertation (on Progress)
No comments:
Post a Comment