I. Latar Belakang Masalah
Anak adalah pasar dengan potensi yang besar dan terus tumbuh bagi para pemasar. Bila dianalisis dari statistik kependudukan, anak merupakan pasar yang luar biasa besarnya. Jika dibandingkan setiap tahun ada berjuta bayi yang lahir maka betapa besarnya New Customer yang masuk ke pasar.
Saat ini anak-anak yang berusia 8-14 tahun benar-benar dipertimbangkan sebagai suatu pasar yang benefit bagi bermacam perusahaan barang dan jasa. Menurut Martin Lindstorm, mereka telah cukup dewasa untuk memiliki pendapat sendiri. Selain itu mereka pun bisa mempengaruhi keputusan rumah tangga tentang belanja dan cukup jelas untuk bisa membentuk profil menjanjikan yang akan berguna bagi rencana pemasaran jangka panjang manapun (Lindstrom, 2005:16).
Menurut survey Frontier 2004 (Republika, 9 Juni 2004). Pasar primer anak-anak yang biasanya tinggal dikota besar mencapai 8 trilliun rupiah. Anak-anak memiliki uang saku tetapi tingkat kesadaran mereka untuk menabung rendah.
Beberapa penelitian menemukan fakta bahwa anak-anak telah menjadi kelompok konsumen yang besar, baik sebagai konsumen primer maupun konsumen skunder. Menurut Martin Lindstrom (2005) pada tahun 2002, anak-anak bukan hanya telah membelanjakan US$ 300 milliar, tetapi juga mempengaruhi belanja senilai US$ 1,88 triliun diseluruh dunia. Majalah Brandweek memberikan gambaran kesempatan pembelanjaan kebutuhan anak-anak di seluruh dunia, menjelaskan bahwa di China dimana anak-anak tidak banyak mendapatkan pemasukan dan menabungkan sebagian besar uangnya, tetapi kebutuhan belanja mereka sebesar US$ 2,6 miliar per tahun dan berada pada urutan kedua setelah Amerika Serikat.
Tabel 1
Average Income and Spending for Children Aged 7-12 Years
| Regular Income $US/month/child | Annual Income # $US/year/child | Savings | Total Spending $US/year |
Germany UK US France Japan* China* | 32.30 31.50 29.10 22.50 10.70 9.00 | 569.40 506.20 493.10 377.90 407.90 182.00 | 46% 26% 21% 30% 62% 60% | 0.9 billion 1.7 billion 8.9 billion 2.2 billion 1.0 billion 2.6 billion |
(Sumber: Laurie Klein, dalam Sharon Beder 1998)
Keterangan:
* Urban areas only
# Including special income
Sharon Beder (1998:101) mengemukakan bahwa di Australia anak-anak di bawah 18 tahun rata-rata membelanjakan $ 31.60 tiap minggu dan mempengaruhi 70% pembelian oleh orang tua mereka dalam hal pakaian dan makanan cepat saji.
Sementara di Amerika Serikat ada lebih dari 57 juta anak-anak dan remaja usia sekolah yang menghabiskan uang mereka sendiri dan keluarganya sekitar 100 miliar dolar tiap tahun untuk permen, makanan, minuman, video dan produk elektronik, mainan, film, olahraga, dan sepatu.
Tom Mc Gee and Kevin Heubusch (1997) mengemukakan bahwa anak-anak umur dibawah 12 tahun membelanjakan uang lebih dari 11 milliar dolar dan mempengaruhi keputusan pembelian dalam keluarga senilai 165 miliar dolar untuk makanan, peralatan rumah tangga seperti furniture, alat-alat listrik dan computer, liburan, mobil keluarga dan pengeluaran lainnya.
TL Stanley (1995) dalam hasil penelitiannya memperkirakan bahwa anak-anak mempengaruhi penjualan mobil di tahun 1994 senilai 9 milliar dolar. Seorang pedagang mobil mengatakan, “Terkadang anak-anak sesungguhnya konsumen kami. Saya melihat anak-anak memilih mobil”.
Handi Irawan (2004) mengemukakan lima alasan yang mendorong peningkatan segmen anak yaitu:
Terjadinya pergeseran perilaku orang tua.
Dahulu pengeluaran untuk anak dianggap biaya. Saat ini pengeluaran untuk anak dianggap sebagai investasi.
Terjadi perubahan peran anak dalam proses pembelian. Perubahan initerjadi antara lain karena faktor pendidikan.
Orang tua saat ini berpendidikan lebih modern yang menekankan komunikasi dua arah dan lebih demokratis.
Perhatian orang tua kepada anaknya semakin besar karena keluarga modern rata-rata anaknya hanya dua atau tiga orang.
Setiap orang tua selalu ingin memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya.
Produsen terus menawarkan suatu yang baru karena persaingan diantara produsen sehingga industri bagi kebutuhan anak dengan sendirinya terus meningkat.
Dalam proses pembelian suatu produk anak berpotensi sebagai konsumen skunder yaitu dapat mempengaruhi orang tua untuk membeli produk yang mereka sukai.
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian seberapa besar tingkat keeratan hubungan antara anak dalam keluarga dengan pengambilan keputusan pembelian mobil keluarga dan seberapa besar kontribusi anak dalam pembelian mobil keluarga.
II. Landasan Teori
2.1 Definisi Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 1997:8)
Definisi pemasaran mengandung beberapa konsep pokok yaitu kebutuhan, keinginan, dan permintaan, produk (barang, jasa dan gagasan) nilai, biaya dan kepuasan; pertukaran dan transaksi; hubungan dan jaringan; pasar; serta pemasar dan prospek.
Banyak yang mengatakan bahwa pemasar menciptakan kebutuhan atau pemasar membuat orang membeli barang yang tidak mereka inginkan. Sebenarnya pemasar tidak menciptakan kebutuhan tetapi kebutuhanlah yang menciptakan para pemasar tersebut. Pemasar, seperti juga pengaruh sosial lain mempengaruhi keinginan. Pemasar mungkin mengutarakan ide bahwa sebuah produk dengan merek tertentu dapat memuaskan kebutuhan seseorang akan status sosial tersebut. Pemasar mempengaruhi permintaan dengan membuat sebuah produk yang cocok, menarik, terjangkau dan mudah didapatkan oleh konsumen yang dituju (Kotler, 1997:9).
Tujuan pemasaran adalah untuk membuat penjualan mencapai jumlah yang besar dan harapannya adalah untuk mengetahui dan mengerti pelanggan dengan sebaik-baiknya sehingga produk atau jasa yang ditawarkan mencapai kesesuaian (Kotler dan Amstrong, 1994:6).
2.2 Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah (keturunan: anak atau cucu) atau adopsi yang biasanya tinggal bersama dalam satu rumah. Yang membedakan keluarga dengan kelompok lain adalah keluarga terbentuk oleh pernikahan atau kelahiran, memiliki hubungan yang permanent dan emosional, berorientasi pada hubungan antar pribadidan bukan pada suatu tujuan tertentu seperti halnya organisasi.
Tabel 2
Perbedaan antara keluarga dengan kelompok lain
No. | Keluarga | Kelompok Lain |
1. | Formasi terbentuk oleh pernikahan atau kelahiran | Formasi terbentuk oleh tugas atau pekerjaan |
2. | Mempunyai hubungan lebih permanent | Hubungan berdasarkan kontrak |
3. | Lebih berorientasi pada hubungan interpersonal | Lebih berorientasi pada tujuan yang akan dicapai |
4. | Mempunyai ikatan emosional | Lebih berorientasi pada ikatan secara rasional |
5. | Lebih mencari nilai-nilai yang hakiki | Mencari nilai-nilai diluar yang hakiki |
6. | Lebih berorientasi pada grup (cooperative) | Lebih berorientasi pada individu (competitive) |
(Sumber: Park,Tansuhaj dan Kalbe, 1991)
Keluarga terbagi dua yaitu keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti adalah kelompok langsung yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sementara keluarga besar meliputi keluarga inti ditambah keluarga lain seperti kakek, nenek, paman, bibi, sepupu dan kerabat karena perkawinan (Setiadi, 2003:272)
2.2.2 Fungsi Keluarga
Sebagian besar anak-anak mendapatkan kebutuhan kasih sayang, perhatian dan kedekatan didalam keluarga. Keluarga merupakan suatu unit dimana anak dapat menemukan kedekatan pengasuhan dan perasaan menyayangi dan disayangi oleh seseorang. Didalam format keluarga merupakan hal yang masuk akal untuk mengasumsikan faktor kasih sayang (cinta, perhatian, dan kedekatan) sangat penting dalam proses keputusan pembelian produk dalam keluarga (Park, Tansuhaj dan Kalbe, 1991:652)
Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat bagi semua anggota keluarga. Keluarga memiliki fungsi utama untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia bagi semua anggotanya terutama anak-anak, termasuk didalamnya adalah fungsi untuk menjadikan anak sebagai konsumen.
2.2.3 Sosialisasi Anak sebagai Konsumen
Sosialisasi adalah sebagai konsumen diartikan sebagai proses yang memungkinkan anak-anak untuk memperoleh ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan untuk berfungsi sebagai konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2004:308)
Melalui proses sosialisasi keluarga meneruskan makna budaya dari masyarakat, sub budaya, dan kelas sosial pada anak-anak mereka dan dengan demikian berarti mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku anak-anak mereka. Anak mendapatkan pengetahuan konsumsi dari orang tua mereka.
Sosialisasi pada anak-anak dalam keluarga dapat terjadi langsung melalui instruksi yang diarahkan atau secara tidak langsung melalui pengamatan dan permodelan. Pengetahuan konsumsi yang terbentuk dimasa kanak-kanak dapat mempengaruhi seseorang dikemudian hari. Sebagian orang dewasa masih tetap menggunakan merek produk yang sama yang dibeli orang tua mereka ketika mereka masih kecil. Aliran sosialisasi tidak terbatas pada orang tua yang mempengaruhi anak-anak mereka saja. Anak-anak juga dapat mensosialisasi orang tua mereka khususnya untuk produk-produk baru (Peter dan Olson, 2000:117)
Pendapat ini diperkuat oleh Setiadi bahwa peranan pemberi pengaruh mungkin dipegang oleh orang yang paling ahli. Sebagai contoh, orang tua mungkin menjadi pengambil keputusan mengenai mobil mana yang akan mereka beli, tetapi sang anak akan memainkan peranan utama sebagai penjaga pintu informasi dan sebagai pemberi pengaruh karena pengetahuan yang lebih banyak mengenai unjuk kerja, ciri produk dan lain-lain (Setiadi, 2003:283)
Seorang anak yang biasanya berperan sebagai pengguna akhir dari produk yang dibeli dapat memberi pengaruh yang tidak kecil pada pengambilan keputusan pembelian suatu barang dalam keluarganya.
Biasanya anak mencoba memberi pengaruh pada orang tuanya untuk membeli.
Walaupun anak tidak mendominasi pengambilan keputusan beli, mereka mempunyai potensi yang besar untuk membentuk aliansi baik dengan ayahnya maupun dengan ibunya dalam membentuk mayoritas pengambilan keputusan beli. Anak bisa berpengaruh pada setiap tahap proses membeli kecuali pada keputusan berapa banyak uang yang akan dibelanjakan (Prasetijo dan Ihalauw, 2005;169)
Pendapat ini dikuatkan oleh suatu penelitian yang dilakukan oleh James F. Nelson yang menjelaskan tentang anak-anak sebagai sumber informasi yang signifikan dalam pengambilan keputusan keluarga. Sebagai sumber informasi anak-anak dapat mempengaruhi keputusan pembelian keluarga dalam pengenalan kebutuhan, dan memberikan informasi, tetapi tidak terlibat dalam keputusan informasi, tetapi tidak terlibat dalam keputusan akhir. Nelson juga menemukan fakta bahwa faktor pendapatan lebih berpengaruh dalam memperkirakan keterlibatan seorang anak dalam sebuah keputusan (Nelson, 1979; 421)
Palan dan Wilkes mengemukakan empat strategi yang digunakan oleh anak remaja untuk mempengaruhi orang tua dalam pembelian barang yaitu (1) Tawar Menawar, (2) Membujuk (3) Emosional dan (4) Permintaan.
2.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternative. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Seorang konsumen yang ingin membeli sebuah sedan dihadapkan kepada beberapa merek kendaraan seperti Toyota, Honda, Suzuki, atau Hyundai. Jika konsumen tidak memiliki pilihan alternative maka keputusan tersebut disebut “Hobson’s Choice (Sumarwan, 2004;289)
Tahap-tahap yang dilewati seorang konsumen dalam mencapai keputusan pembelian suatu barang ada lima yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternative, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian (Kotler, 1997;171)
Sementara itu Schiffman dan Kanuk (2004;491) memberi tiga komponen utama untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi suatu keseluruhan yang berarti mengenai kerumitan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen, yaitu:
Masukan yang terdiri dari masukan pemasaran dan sosio budaya.
Proses yang terdiri dari pengenalan kebutuhan, penelitian sebelum pembelian dan penilaian alternative.
Keluaran yang terdiri dari perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian.
Dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai suatu pemecahan masalah diasumsikan bahwa konsumen tersebut memiliki sasaran (konsekuensi yang diinginkan) yang ingin dicapai atau dipuaskan.
Seorang konsumen menganggap sesuatu adalah masalah karena konsekuensi yang diinginkannya belum tercapai. Konsumen membuat keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk dapat mencapai sasaran mereka. Dalam hal ini pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran (Setiadi, 2003:415).
Gambar 1
Perspektif Pemecahan Masalah Mengenai Lima Langkah dalam
Pengambilan Keputusan Konsumen
Pengenalan Kebutuhan | Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. |
Pencarian Informasi
| Konsumen mencari informasi yang disimpan didalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal) |
Evaluasi Alternatif | Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternative yang dipilih. |
Pembelian | Konsumen memperoleh alternative yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. |
Hasil | Konsumen mengevaluasi apakah alternative yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan. |
(Sumber: James F. Engel Roger D. Blackwell dalam Setiadi, 2003:32)
III. Metodologi
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda korelasional.
Metoda korelasi merupakan kelanjutan dari metoda diskriptive.
Melalui metoda ini dapat dilakukan pengumpulan data, kemudian menyusunnya secara sistematis, factual dan cermat sehingga dapat menjelaskan hubungan diantara variabel-variabel dengan menguji hipotesa atau melakukan prediksi (Rakhmat, 2002:27)
3.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel bebas (X) = pengaruh anak adalah dorongan psikologis yang diberikan anak dalam keluarga melalui tahapan-tahapan tawar menawar, persuasi, hubungan emosional dan permintaan pembelian suatu barang.
Variabel terikat (Y) = Keputusan pembelian mobil keluarga adalah tindakan yang diambil sebuah keluarga untuk membeli mobil keluarga dengan melalui tahapan pemahaman masalah, pencarian alternatif pemecahan, evaluasi alternatif, pembelian, penggunaan pasca pembelian dan evaluasi ulang alternatif yang dipilih.
3.3 Konsep Operasional Variabel
Variabel | Dimensi | Indikator | Skala Pengukuran |
Pengaruh Anak |
|
| Likert |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keputusan Pembelian | 1. Pemahaman/ Pengenanalan Masalah |
| Likert |
| 2. Pencarian alternatif pemecahan |
|
|
| 3. Evaluasi Alternatif |
|
|
| 4. Pembelian |
|
|
| 5. Penggunaan pasca pembelian dan evaluasi ulang alternatif yang dipilih |
|
|
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi yang diambil merupakan warga perumahan Tamah Bougenville Estate, Bekasi. Perumahan ini dihuni oleh 325 kepala keluarga.
Sampel yang dipilih adalah keluarga yang memiliki anak remaja (13 – 18 tahun) dan memiliki mobil keluarga. Adapun jumlah sampelnya adalah 79 orang.
3.5 Metoda Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan penyebaran kuesioner. Kuesioner digunakan dengan tujuan memperoleh informasi yang relevan dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin (Singarimbun dan Effendi, 1989:175)
3.5.2 Data Skunder
Data skunder diperoleh melalui kepustakaan seperti majalah, jurnal dan lain-lain.
3.6 Metoda Analisis Data
Untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara pengaruh anak dalam pengambilan keputusan pembelian mobil keluarga digunakan analisis korelasi.
Data yang telah terkumpul melalui kuesioner diolah menggunakan program SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 12.0.
3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan tanggal 15 Mei 2008 s/d 15 Juni 2008.
Lokasi penelitian Taman Bougenville Estate – Bekasi.
IV. Hasil Penelitian
4.1 Karakteristik Responden
Warga yang dijadikan responden sebanyak 79 orang dengan ketentuan memiliki anak usia 13 – 18 tahun dan pnya mobil keluarga.
4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Hasil penelitian mengenai jenis kelamin responden adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.1
Jenis Kelamin Responden
No. | Jenis Kelamin | Jumlah | Persentase |
1 2 | Laki-laki Perempuan | 47 32 | 59% 41% |
| Total | 79 | 100% |
Sumber: Data primer
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada responden perempuan.
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Berdasarkan usia responden diperoleh pengelompokan data sebagai berikut:
Tabel 4.1.2
Usia Responden
No. | Usia | Jumlah | Persentase |
1 2 3 | 36 – 46 th 47 – 57 th > 58 th | 32 43 4 | 41% 54% 5% |
| Total | 79 | 100% |
Sumber: Data primer
Usia yang paling dominan adalah antara 47 th – 57 th (54%). Pada umumnya keluarga pada usia tersebut telah mempunyai dua anak atau lebih dan sudah memiliki mobil keluarga. Dari segi finansial biasanya pada usia tersebut sudah mapan.
4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Adapun jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1.3
Jenis Pekerjaan Responden
-
No.
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase
1
2
3
4
5
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Pengusaha
Ibu Rumah Tangga
Lainnya
18
19
27
12
3
23%
24%
34%
15%
4%
Total
79
100%
Sumber: Data primer
Persentase terbesar dimiliki responden yang memiliki pekerjaan sebagai pengusaha (34%), jenis pekerjaan merupakan salah satu variabel yang terkait dengan pengambilan keputusan.
4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Berdasarkan tingkat penghasilan kepuarga per bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1.4
Tingkat Penghasilan
-
No.
Penghasilan/bulan
Jumlah
Persentase
1
2
3
<>
Rp. 5.000.000,- - Rp. 7.000.000,-
> Rp. 7.000.000,-
11
28
40
14%
35%
51%
Total
79
100%
Sumber: Data primer
Jumlah responden dengan penghasilan > Rp. 7.000.000,- per bulan paling dominan yaitu 51% (40 orang) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penduduk Taman Bougenville Estate adalah kalangan ekonomi menengah ke atas.
Keluarga dengan penghasilan tinggi cenderung mengambil keputusan bersama, dalam hal ini orang tua dapat menerima permintaan anaknya dalam mengambil keputusan pembelian mobil keluarga.
4.2 Hubungan antara Pengaruh Anak Pada Keputusan Pembelian Mobil Keluarga
Uji korelasi antara variabel pengaruh anak dengan variabel keputusan pembelian dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan diantara kedua variabel tersebut. Nilai koefisien korelasi merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur keeratan suatu hubungan antar variabel.
Keeratan hubungan antar variabel dapat dikelompokkan: (Nugroho, 2005:36)
0,00 – 0,20 berarti memiliki keeratan sangat lemah
0,21 – 0,40 berarti memiliki keeratan lemah
0,41 – 0,70 berarti memiliki keeratan kuat
0,71 – 0,90 berarti memiliki keeratan sangat kuat
0,91 – 0,99 sangat kuat sekali
1,00 berarti korelasi sempurna
Hasil uji korelasi yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS Versi 12.0 hasilnya adalah pada tabel 4.2.
Model Summary (b)
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
1 | .526(a) | .277 | .268 | 5.002 | 1.705 |
Sumber: Data Primer
Dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa koefisien korelasi = 0,526 yang berarti pengaruh anak mempunyai hubungan yang kuat terhadap keputusan pembelian mobil keluarga. Hal inis esuai dengan pendapat TL Stanley (1995) yang mengatakan bahwa anak-anak mempengaruhi penjualan mobil di tahun 1994 senilai 9 milliar dolar.
Adapun besarnya koefisien determinasi adalah sebesar 0,277 atau 27,7%. Hal ini berarti besarnya kontribusi pengaruh anak terhadap keputusan pembelian mobil keluarga sebesar 27,7% sedangkan sisanya karena faktor lain (72,3%).
4.3 Uji Simultan Dengan F-Test
Uji simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independent terhadap variabel dependen.
Jika Fhitung > Ftabel atau jika p – value <>
Tabel 4.2
ANOVA (b)
Model |
| Sum of Squares | Df | Mean Square | F | Sig. |
1 | Regression Residual Total | 738.098 1926.510 2664.608 | 1 77 78 | 738.098 25.020 | 29.501 | .000(a) |
Sumber: Data Primber
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa p value 0,000 <> F tabel atau 29,501 > 3,96, artinya ada hubungan yang signifikan antara pengaruh anak dengan keputusan membeli mobil keluarga.
4.4 Persamaan Regresi
Persamaan regresi yang memiliki satu variabel dependen dan satu variabel independent disebut regresi sederhana. Model persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut (Nugroho, 2005:43)
Y = a + bx
Keterangan:
Y = Keputusan Pembelian
a = Konstan
b = Koefisien X, menunjukkan besarnya perubahan variabel Y sehubungan dengan perubahan variabel X
X = Pengaruh anak
Tabel 4.4
Coefficients (a)
Model |
| Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | T | Sig | Collinearity Statistics | ||
|
| B | Std. Error | Beta |
|
| Tolerance | VIF |
1 | (Constant) Xpengaruh anak | 42.509
.522 | 3.745
.096 |
.526 | 11.350
5.431 | .000
.000 |
1.000 |
1.000 |
a Dependent Variable: Y keputusan pembelian
Dari tabel diatas bentuk persamaan regresi:
Y = 42,509 + 0,522 X
Dalam persamaan regresi tersebut di atas dapat diartikan bahwa semakin intensif pengaruh anak (X) maka keputusan pembelian (Y) semakin meningkat.
V. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan:
Ada hubungan yang kuat antara pengaruh anak dengan keputusan pembelian mobil keluarga (0,526)
Besarnya kontribusi pengaruh anak terhadap keputusan pembelian mobil keluarga adalah 0,277 atau 27,7% sedangkan sisanya 72,3% disebabkan karena faktor lain.
Seorang anak dapat mempengaruhi keputusan pembelian mobil keluarga melalui lima cara yaitu: memberikan argumentasi, berkompromi, memberikan informasi mengenai kelebihan dari mobil keluarga, memberikan informasi mengenai keuntungan yang didapatkan apabila membeli mobil keluarga, dan memberikan opini.
5.2 Saran
Karena anak mempengaruhi orangtua dalam pengambilan keputusan pembelian mobil keluarga, maka penting bagi pemasar untukmentargetkan anak dalam mempromosikan produknya.
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, Jakarta: PT. Prenhallindo, 1997.
Kotler, Philip dan G. Amstrong. Principle of Marketing. New Jersey: Prentice Hall Internasional Inc., 1994.
Nugroho, Bhuono Agung. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS. Yogyakarta: Andi, 2005.
Park Jong – Hee. Patriya S. Tansuhaj dan Richard H. Kolbe. “The Role of Love, Affection and Intimacy in Family Decision Research”, Advances in Consumer Research, 1991, Vol. 18 P. 651-656.
Peter, J Paul dan Jerry C. Olson. Consumer Behavior: Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Jakarta: Erlangga, 2000.
Prasetijo, Ristiayanti dan John J.O.I. Iihalauw, Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi, 2005.
Rakhmat, Jalaluddin, Metoda Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Schiffman, Leon G dan Leslie Lazar Kanuk. Perilaku Konsumen. Jakarta: Indeks 2004.
Setiadi, Nugroho J. Perilaku Konsumen; Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Jakarta: Kencana, 2003.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3LS. 1989.
Sumarwan, Ujang. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.
T.L Stanley. Kiddie Cars, Brandweek. Vol. 36, 23 Oktober 1995.
Tom Mc Gee and Kevin Heubusch, Getting Inside Kids Heads, American Demographics. Vol. 19 No. 1. 1997.
Sumber lain:
Beder, Sharon, “Marketing Children”, www.uow.edu.au, 1998 p.101-111
Handi Irawan, Potensi Pasar Anak, Siapa Tidak Berminat? www.republika.co.id, 9 Juni 2004.
No comments:
Post a Comment