Ilmu Pengetahuan Merupakan Jendela Masa Depan. Mari Kembangkan Ilmu Pengetahuan Dengan Melaksanakan Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Maju Pendidikan Indonesia...
Penelitian, sebuah kata ini mengandung banyak makna. Bagi sebagian orang, penelitian dijadikan sebagai momok dan menakutkan, misalnya mahasiswa, guru-guru yang akan mengurus kenaikan pangkat. Mengapa demikian? Pernah penulis berdialog dengan beberapa orang dari pihak mahasiswa maupun guru, alasan yang diutarakan sangat beragam, akan tetapi secara umum masalah yang muncul adalah ketidakmampuan untuk menuliskan laporan penelitian. Ketidakmampuan ini ternyata tidak hanya bicara tentang proses pengolahan data, akan tetapi juga mulai dari penentuan tema/masalah penelitian. Dalam tulisan ini, penulis ingin mencoba membantu mahasiwa dan guru untuk menemukan masalah-masalah penelitian, sehingga diharapkan masalah penelitian dapat mengalir lancar dalam benak mereka dan selanjutnya dapat mengerjakan penelitiannya dengan baik. Masalah secara umum disebabkan oleh 3 hal, yaitu kesenjangan, persaingan dan pengaduan. Masalah ini dapat dilihat dalam pendidikan sebagai bentuk ketidaksesuaian antara target yang diharapkan guru terhadap hasil yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar secara umum dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu guru, siswa dan sistem. Guru, siswa dan sistem bisa dianggap sebagai subyek penelitian dan dari setiap subyek tersebut dapat diambil bagian-bagian kecilnya, selanjutnya kita sebut obyek. Misalkan guru, sebagai sebuah subyek, guru memiliki faktor-faktor lain pembentuk dirinya, yaitu kompetensi, kinerja, kompensasi yang diterima, konsep diri, pendidikan, kreatifitas, efikasi diri, IQ, EQ, dll. Dari beberapa obyek itu saja kita bisa membuat banyak judul, katakanlah ada 10 obyek, maka berdasarkan prinsip probabilitas (filling slot) untuk 2 variabel, maka dapat dibuat 10 x 9 judul penelitian. Misalnya, pengaruh kompetensi guru terhadap kinerja guru atau pengaruh konsep diri terhadap kreatifitas guru, dan lain sebagainya. Dari sisi siswa, sebagai sebuah subyek, siswa memiliki faktor pembentuk dirinya, yaitu motivasi, minat, kreatifitas, hasil belajar, konsep diri, disiplin, perhatian orang tua, gaya belajar, IQ, EQ, dll. Seandainya kita ambil perumpaan sama seperti contoh di atas, maka dapat juga dibuat 90 judul penelitian. Yang perlu dilakukan adalah, bagaimana judul tersebut merupakan representasi dari kebutuhan utama sebuah sekolah. Artinya, penulis wajib mengadakan studi pendahuluan untuk mengetahui masalah utama (obyek vital) yang harus diteliti dari sebuah tempat penelitian. Selanjutnya, untuk belajar mengolah data, tentu saja kita harus mengetahui tipe data dari masing-masing variabel (obyek) yang kita ambil.
Instrumen Penelitian dibagi 2: a. Instrumen TES (ada benar dan salah) b. Instrumen SIKAP (tidak ada benar dan salah, hanya sikap)
Uji Instrumen Tes (Analisis Butir Soal) dibagi menjadi 3: 1. Analisis Untuk Soal Pilihan Ganda a. Tingkat Kesukaran
Dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesukaran sebuah soal. Kriteria: Jika TK ≥ 0,7 MUDAH Jika 0,3 < TK < 0,7 SEDANG Jika TK ≤ 0,3 SUKAR
b. Daya Pembeda Upayakan membagi kelompok secara ekstrim. 50% - 50% 33% - 33% 25% - 25%
DB = TK (A) – TK (B) TK (A) = tingkat kesukaran kelompok atas (kelompok orang pintar) TK (B) = tingkat kesukaran kelompok bawah (kelompok orang belum pintar) Kriteria: DB ≤ 0 Soal Tidak Terpakai 0 < DB ≤ 0,2 Jelek 0,2 < DB ≤ 0,4 Cukup 0,4 < DB ≤ 0,7 Baik DB > 0,7 Sangat Baik
c. Validitas Untuk mengetahui tingkat keterandalan sebuah soal. Diukur per butir soal terhadap skor totalnya. Untuk soal PG digunakan rumus Korelasi Point Biserial.
d. Reliabilitas Untuk mengetahui tingkat konsistensi soal. Diukur menggunakan reliabilitas belah dua, atau metode lainnya (KR-20, KR-21, Cronbach Alpha, dll) Untuk Belah Dua, soal dibagi ke dalam 2 kelompok (ganjil-genap atau awal-akhir), kemudian dikorelasikan menggunakan korelasi Product Momen.
2. Analisis Untuk Soal Esai a. Tingkat Kesukaran Dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesukaran sebuah soal. Kriteria: Jika TK ≥ 0,7 MUDAH Jika 0,3 < TK < 0,7 SEDANG Jika TK ≤ 0,3 SUKAR
b. Daya Pembeda Upayakan membagi kelompok secara ekstrim. 50% - 50% 33% - 33% 25% - 25%
DB = TK (A) – TK (B) TK (A) = tingkat kesukaran kelompok atas (kelompok orang pintar) TK (B) = tingkat kesukaran kelompok bawah (kelompok orang belum pintar) Kriteria: DB ≤ 0 Soal Tidak Terpakai 0 < DB ≤ 0,2 Jelek 0,2 < DB ≤ 0,4 Cukup 0,4 < DB ≤ 0,7 Baik DB > 0,7 Sangat Baik
c. Validitas Untuk mengetahui tingkat keterandalan sebuah soal. Diukur per butir soal terhadap skor totalnya. Untuk soal Esai digunakan rumus Korelasi Product Momen.
d. Reliabilitas Untuk mengetahui tingkat konsistensi soal. Diukur menggunakan reliabilitas belah dua, atau metode lainnya (KR-20, KR-21, Cronbach Alpha, dll) Untuk Belah Dua, soal dibagi ke dalam 2 kelompok (ganjil-genap atau awal-akhir), kemudian dikorelasikan menggunakan korelasi Product Momen.
3. Soal Campuran (PG dan Esai) Secara umum pengerjaannya sama dengan untuk soal PG dan Esai (dalam hal TK, DB dan Validitas), hanya saja dalam pengujian reliabilitas, digunakan Reliabilitas Intereter.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh pelaksanaan kebijakan sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa. Penelitian ini menggunakan metode survei, dengan menggunakan data sejak tahun 1997/1998 hingga tahun 2007/2008. Sampel dipilih dengan teknik random sampling dari 5 wilayah yang ada di wilayah DKI Jakarta. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar isian (teknik dokumentasi) tentang tes masuk siswa, rata-rata ujian nasional dan tahun pelaksanaan kebijakan sekolah gratis. Mengingat tidak adanya interaksi antara pelaksanaan kebijakan sekolah gratis dengan kemampuan awal siswa, maka teknik analisis data yang digunakan adalah dengan Analisis Kovarians (ANKOVA).
Penelitian ini memberikan hasil sebagai berikut: 1) Sebelum pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, kemampuan awal memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Koefisien korelasi sebesar 0,36 dan koefisien determinasi sebesar 12,96%; serta persamaan regresi Y = 8,597 + 1,049X; sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan, semakin tinggi kemampuan awal siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya dan sebaliknya semakin rendah kemampuan awal siswa maka semakin rendah pula prestasi belajarnya. 2) Sesudah pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, kemampuan awal siswa juga memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Koefisien korelasi sebesar 0,293 dan koefisien determinasi sebesar 8,58%; serta persamaan regresi Y = 8,368 + 0,965X; sehingga dapat disimpulkan bahwa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan, semakin tinggi kemampuan awal siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya dan sebaliknya semakin rendah kemampuan awal siswa maka semakin rendah pula prestasi belajarnya. 3) Kebijakan sekolah gratis tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa. Hal ini terlihat dari hasil pengujian hipotesis dengan teknik ANKOVA memberikan nilai Fo = 0,000; Ft(0,05) = 0,254 dan Ft(0,01) = 6,352; yang berarti nilai Fo <>
Penelitian ini memberikan hasil bahwa peningkatan prestasi belajar siswa tidak disebabkan oleh pelaksanaan sekolah gratis, tetapi semata-mata karena peningkatan kemampuan awal siswa, sehingga perlu diadakan peninjauan terhadap kebijakan sekolah gratis ini.
Keyword : sekolah gratis, kemampuan awal, prestasi belajar, analisis kovarians
NB : Ingin makalah lengkapnya..?? Silahkan kirim e-mail ke leonard@unindra.net
Abstrak: Semakin menurunnya kinerja guru sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua. Penurunan kinerja guru tentunya akan berdampak pada kualitas proses pembelajaran yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas lulusan. Semakin rendahnya kinerja guru mungkin disebabkan oleh banyak faktor.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji kebenaran hipotesis tentang pengaruh motivasi kerja dan suasana lingkungan kerja terhadap kinerja guru, baik secara parsial maupun secara bersama-sama.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey. Sampel yang diambil adalah keseluruhan populasi yang berjumlah 30 orang. Instrumen penelitian menggunakan skala Likert masing-masing berjumlah 25 soal, yang terdiri dari: 1) instrumen motivasi kerja, 2) instrumen suasana lingkungan kerja dan 3) instrumen kinerja. Analisis data menggunakan statistik deskriptif, analisis regresi linier sederhana dan regresi linier ganda. Analisis data dilakukan setelah dipenuhi persyaratan normal dan uji pelanggaran asumsi klasik.
Hasil pengujian hipotesis diperoleh sebagai berikut: 1) motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru, 2) suasana lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru dan 3) secara bersama-sama motivasi dan suasana lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru.
Hasil penelitian dapat digunakan oleh sekolah untuk terus meningkatkan motivasi kerja para guru dengan cara meningkatkan kenyamanan suasana lingkungan kerja, sehingga pada akhirnya kinerja guru juga akan meningkat.
Kata Kunci : Guru, Motivasi, Suasana, Kinerja
Butuh Artikel Lengkap..??? Silahkan download link di bawah ini:
http://www.ziddu.com/download/5611737/SuasanaKerjaTerhadapKinerjaGuru.pdf.html
Atau bila link tidak bekerja dengan baik, silahkan copy link ke browser Anda...
Secara umum penelitian dibagi menjadi dua jenis yaitu penelitian eksperimen dan penelitian non eksperimen. Jika pada penelitian eksperimen terdapat intervensi/perlakuan dari peneliti dengan mengukur dampak, maka sebalikanya pada penelitian non eksperimen/expost facto, peneliti tidak melakukan kendali melainkan mengumpulkan data/fakta yang ada. Penelitian eksperimen adalah mengubah fakta dengan memberikan perlakuan/intervensi dan menghasilkan teori baru. Perlakuan mengakibatkan perubahan variabel yang ada.
Menurut Sukmadinata (2005), penelitian eksperimental merupakan pendekatan penelitian kuantitatif yang paling penuh dalam arti memenuhi semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab akibat. Disamping itu penelitian eksperimental juga merupakan pendekatan penelitian yang khas yang ditunjukkan oleh dua hal yaitu pertama, penelitian eksperimen menguji secara langsung pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dan yang kedua menguji hipotesis hubungan sebab akibat. Ciri utama penelitian eksperimental adalah pengontrolan variabel dan pemberian perlakuan terhadap kelompok eksperimen.
Krathwol(1985) dalam Hadi dan Mutrofin (2006) menjelaskan bahwa eksperimen-eksperimen yang mencakup pengenalan intervensi terencana (treatment) dalam situasi dengan tujuan untuk mencapai hasil dan perubahan tertentu, merupakan pengertian umum dan istilah desain ekperimental. Mereka mengemukakan beberapa langkah yang menjadi dasar dari logika desain eksperimental sebagai berikut : Langkah pertama dalam desain eksperimental adalah menerjemahkan perkiraan atau harapan dalam suatu hipotesis menjadi rumusan yang lebih operasional.
Setelah operasionalisasi langkah berikutnya adalah penciptaan situasi yang memungkinkan dilakukannya tindakan atau perubahan yang diperlukan. Selanjutnya melalui pemilihan desain yang memadai maka akan diperoleh serangkaian alternatif yang darinya dapat dipilih salah satu atau beberapa diantaranya yang terbaik. Terakhir, seandainya data yang ada sesaui dengan dugaan periset maka masih perlu dilakukan pengujian akhir dalam kerangka desain agar hipotesis yang tengah diuji itu terbebas dari diskonformasi.
Ada tiga prinsip dasar desain eksperimen menurut Montgomery (1997) yaitu : (1) replikasi, (2) randomisasi dan (3) blocking. Replikasi mempunyai dua ciri yaitu : pertama, memungkinkan ekperimenter melakukan suatu estimasi dari kesalahan ekperimental dan kedua, rata-rata sampel digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari sebuah faktor didalam eksperimen, replikasi memungkinkan eksperimenter memperoleh estimasi yang lebih akurat terhadap pengaruh tersebut. Perlu ditegaskan bahwa da perbedaan antara replikasi dengan pengukuran berulang. Pengukuran bukan replikasi, mereka adalah sebuah bentuk dari pengukuran berulang.
Randomisasi adalah landasan pertama yang mendasari penggunaan metode-metode statistik didalam desain eksperimental. Melalui teknik randomisasi baik alokasi materi eksperimental dan urutan individu dijalankanatau percobaan dari eksperimen dilaksanakan dan ditentukan secara acak.
Blocking adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengembangkan presisi yang mana perbandingan antara faktor-faktor yang berkepentingan dibuat. Seringkali blocking digunakan untuk mereduksi atau mengeliminasi keanekaragaman dari faktor-faktor pengganggu yaitu faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi respon eksperimental tetapi dalam hal tersebut kita tidak tertarik secara langsung.
Penggunaan desain ekperimen secara khusus pada riset evaluasi dikemukakan oleh Finstrbusch dan Motz (1980) sebagaimana dikutip oleh Hadi dan Mutrofin (2006). Dijelaskan bahwa dalam desain ekperimental dua kelompok dikaji yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen memperoleh perlakuan program atau proyek dan kelompok kontrol yang dalam berbagai aspek lain identik dengan kelompok eksperimen, tidak dikenakan perlakuan atau treatment dalam bentuk prrogram atau proyek. Kedua kelompok diukur berdasarkan variabel hasil yang diinginkan sebelum dan sesudah program/proyek, selanjutnya perubahan pada kedua kelompok diperbandingkan. Apabila semua faktor lain yang relevan terkontrol sevara memadai maka perbedaan setelah
Komponen-komponen utama dalam penelitian eksperimen adalah program/proyek diantara kedua kelompok tersebut seharusnya merupakan hasil program tersebut. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut :
SUBJEK
PENGUKURAN
SEBELUM PROGRAM
PENGUKURAN
SESUDAH
PROGRAM
PERUBAHAN
Kelompok Eksperimen
a
b
b – c
Kelompok Kontrol
c
d
d – c
Hasil Program
(b – a) – (d – c)
Komponen-komponen Eksperimen
Terdapat 5 komponen dalam penelitian eksperimen yaitu :
1)Variabel kriteria (variabel tidak bebas "Y")
Adalah variabel yang terpengaruh oleh variabel bebas yang merupakan tolak ukur dari keberhasilan perlakuan eksperimen sehingga variabel kriteria dianggap yang paling utama dari keberhasilan perlakuan. Pada eksperimen,perlakuan didesain secara teori (pengujian. Eksperimen berlaku umum sedangkan action research tidak berlaku umum, tapi merupakan kasus. Eksperimen dilakukan karena tuntutan yang mengilhami treatment adalah veriabel kriteria misalnya, motivasi belajar, keberhasilan, prilaku dll
2)Perlakuan (treatment)
Adalah sesuatu yang sengaja dirancang yang dikenakan pada subjek sehingga variabel kriterion berubah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
-harus dirancang berbasis teori dan boleh berasarkan empiris
-perlakuan harus jelas beda dengan perlakuan yang sudah ada
-perlakuan harus dirancang final; onsep dan pelaksanaanya tidak boleh diubah ditengah jalan
-dikenakan pada unit-unit; orang, butir tes, unit eksperimen, penskoran
3)Desain (rancangan)
Adalah teknik pengaturan supaya dalam pengujian kita dapat memastikan apakah dalam penilaian terjadi perubahan sebagai akibat dari treatment. Desain pengaturan berbagai kondisi yang mengakibatkan treatmentnya berubah. Ada 2 macam desain yaitu desain eksperimen dan desain perlakuan. Dalam desain perlakuan ada rancangan sedangkan dalam desain eksperimen hasil rancangan dideskripsikan.
4)Instrumen
Harus ada alat ukur yang standar dan harus valid karena kita mengukur
5)Monitoering dan kontrol
Digunakan untuk :
-menghindari adanya kontaminasi antara subjek dan perlakuan
-untuk menjamin perlakuan sesuai dengan rancangan desain
-untuk mendeteksi adanya kontaminasi dan penyimpangan lain
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur, Gay (1983). Seorang guru hendak melakukan tes untuk melakukan penilaian apakah para siswa dapat menguasai pengetahuan yang telah diberikan di kelas. Oleh karena guru mengetahui seluk-beluk siswa yang diajarkannya, mereka dapat mereka dapat membuat tes yang cocok dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
Validitas suatu instrumen penelitian, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Prinsip suatu tes adalah valid, tidak universal. Bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Tes valid untuk untuk bidang studi metrology industri belum tentu valid untuk bidang yang lain, misalnya bidang mekanika teknik.
Tes valid untuk suatu grup individu belum belum tentu valid untuk grup lainnya. Sebagai contoh suatu tes valid untuk para siswa Sekolah Menengah Umum (SMU), belum tentu valid untuk anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Bukannya valid atau tidak suatu tes, seorang guru valid untuk mengajar kelompok umur tertentu, misalnya taman kanak-kanak, belum tentu valid untuk mengajar anak kelompok usia Sekolah Menengah Kejuruan.
Validitas yang berkaitan untuk siapa perlu diperhatikan, karena menyangkut dengan membangun gambaran atau deskripsi terhadap suatu grup normal. Derajat validitas hanya berlaku untuk suatu kelompok tertentu yang memang telah direncanakan pemakaiannya oleh si peneliti. Contoh dalam tes pencapaian prestasi anak yang direncanakan oleh orang dewasa, akan berbeda bentuk maupun substansinya dengan tes prestasi untuk anak usia remaja.
Validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Kedua macam validitas itu yaitu validitas logik dan validitas empirik. Validitas logik pada prinsipnya mencakup validitas isi. Dinamakan demikian karena validitas tersebut ditentukan dengan menghubungkan performasi sebuah tes terhadap kriteria penampilan tes lainnya dengan menggunakan formulasi statistik. Validitas logia diantaranya adalah validitas kokuren dan prediksi. Validitas empirik pada umumnya menunjukkan lebih objektif. Validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi, validitas konstruk, validitas konkuren dan prediksi.
Adapun rumus lain yang sering digunakan untuk validitas butir soal adalah dengan koefisien korelasi point biserial.
Macam-macam validitas antara lain :
1. Validitas Isi
Validitas isi ialah derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur. Dua aspek penting yaitu valid isi dan valid teknik samplingnya. Valid isi mencakup khususnya hal-hal yang berkaitan dengan apakah item-item itu menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingin diukur. Validitas sampling pada umumnya berkitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sampel tes mempresentasikan total cakupan isi. Sebuah tes direncanakan untuk mengukur pengetahuan tentang pendidikan teknologi kejuruan, diakatakan valid karena dalam kenyataannya semua item benar-benar berkaitan dengan faktual PTK. Validitas sampling jelek, karena pengambilan sampling materi tidak merepresentasikan untuk materi yang dimaksud.
Tes validitas isi juga disebut fase validility atau validitas wajah. Masih meragukan, karena validitas wajah hanya menggambarkan derajat dimana sebuah tes tampak mengukur, tetapi tidak menggambarkan cara psikometri yang mengukur apa yang ingin diusahakan dapat diukur. Para ahli, pertama diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian mereka diminta untuk mengoreksi semua item-item yang telah dibuat. Pertimbangan ahli tersebut biasanya juga menyangkut, apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan dalam tes. Atau dengan kata lain perbandingan dibuat antara apa yang harus dimaksukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah direfleksikan menjadi tujuan tes.
2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk sementara atau hypotetical construct. Suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi kita dapat merasakan pengaruhnya melalui satu atau dua indra kita. Konstruk tidak lain adalah merupakan “temuan” atau suatu pendekatan untuk menerangkan tingkah laku. Dalam pendidikan anak contoh konstruk seperti Intelligence Quotient (IQ), melalui penelitian mengahasilkan bahwa seseorang yang memiliki IQ lebih tinggi, ada kecenderungan bahwa orang tersebut dapat mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik. Dalam dunia pendidikan, contoh lain menyangkut konstruk, misalnya ketakutan, kreatifitas, semangat, dan sebagainya.
Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan dengan cara melibatkan hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang manyangkut dengan konstruk yang relevan. Misalnya jira suatu teori kecemasan menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecemasan yang lebih tinggi akan bekerja lebih lama dalam menyelesaikan suatu masalah, dibanding dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan rendah. Jika terjadi orang yang cemasnya tinggi ternyata kemudian bekerja sebaliknya, yaitu lebih cepat, ini bukan berarti bahwa tes yang sudah baku tadi berarti tidak mengukur kecemasan orang.
3. Validitas Konkuren
Validitas konkuren adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat. Tes dengan validasi konkuren biasanya diadministrasi dalam waktu yang sama atau dengan kriteria valid yang sudah ada. Validitas konkuren ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau pembedaan. Cara membuat tes dengan validitas konkuren dapat dilakukan dengan beberapa langkah seperti berikut : a. Administrasikan tes yang baru dilakukan terhadap grup atau anggota kelompok. b. Catat tes baku yang ada termasuk beberapa keofisien validitasnya jika ada. c. Hubungan atau korelasikan dua tes skor tersebut.
Metode pembeda (discrimination) merupakan validitas konkuren yang melibatkan penentuan suatu tes. Jika skor tes dapat digunakan untuk membedakan antara orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diinginkan seseoarang yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Tes mental adalah merupakan contoh nyata terapan suatu tes pembeda yang sering ditemui dalam kasus-kasus psikologi. Jika hasil skor suatu tes dapat digunakan dengan benar untuk mengklarifikasi person yang satu dengan person lainnya maka validitas konkuren tes tersebut memiliki daya pembeda yang baik.
4. Validitas Prediksi
Validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat memprediksi tentang bagaimana seseorang akan melakukan suatu prospek tugas atau pekerjaan yang direncanakan. Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi bentuknya tergantung beberapa faktor, misalnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai, intensitas mengajar, dan letak geografis atau daerah sekolah. Yang perlu diperhatikan ketika kita akan melakukan tes prediksi diantaranya adalah perlunya memperhatikan proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi dengan tes yang telah dibakukan.
Validitas prediksi suatu tes pada umumnya ditentukan dengan membangun hubungan antara skor tes dan bebarapa ukuran keberhasilan dalam situasi tertentu yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan, yang selanjutnya disebut sebagai predicktor. Validitas prediksi suatu tes dengan cara seperti berikut : 1. Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 2. Tentukan grup yang dijadikan subjek dalam pilot study. 3. Identifikasi creiterion prediksi yang hemdak dicapai. 4. Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau variabel criterion muncul dan terpenuhi dalam grup yamng telah ditentukan. 5. Capai ukuran-ukuran criteriom tersebut. 6. Korelasikan dua set skor yang dihasilkan.